Jakarta (ANTARA News) - Tidak sulit mengubah operasional bank umum atau konvensional yang berbasis suku bunga menjadi bank syariah yang berbasis bagi hasil keuntungan. Paling tidak dalam waktu satu tahun proses perubahan bank umum menjadi bank syariah bisa dilakukan, demikian kesimpulan dari diskusi "Pembangunan Bank Syariah Indonesia" yang diadakan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) di  Jakarta, kemarin.

Siaran pers Humas KB PII yang diterima di Jakarta, Sabtu, menyebutkan, nara sumber dalam diskusi tersebut yaitu Direktur Departemen Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Deden Firman Hendarsyah, mantan Dirut Bank Muammalat Indonesia A. Riawan Amin, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazir, mantan Dirut BNI Syariah Rizqullah dan bankir dari Maybank Syariah Indonesia Habibullah. Sebelumnya diawali pembicara kunci Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Sofyan Djalil.

Bagi Fuad Bawazir kehadiran bank syariah di Indonesia menjadi sebuah keniscayaan, sehingga sekarang sudah bukan masanya lagi alergi dengan istilah syariah. Di masa lalu istilah syariah bisa mengarah pada konotasi negatif terhadap NKRI, sehingga akhirnya Indonesia membentuk bank syariah pertama kali diberi nama Bank Muammalat Indonesia.

Otoritas Jasa Keuangan menurut Deden Firman Hendarsyah sudah menetapkan visinya dalam pengembangan perbankan syariah yaitu “Mewujudkan perbankan syariah yang berkontribusi signifikan bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan dan stabilitas system keuangan serta berdaya saing tinggi”.

Dengan visi tersebut lanjut Deden, OJK mendorong pembentukan bank syariah baik yang merupakan BUMN maupun BUMD agar bisa mencapai pertumbuhan pangsa pasar yang ditargetkan. Bank syariah yang besar diperlukan kehadirannya untuk mengantisipasi ekspansi bank syariah negara tetangga seperti Malaysia yang sudah memiliki Bank Islam Malaysia. Ekspansi itu sendiri memungkinkan dengan telah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sejak 2016.

Di mata praktisi perbankan Rizqullah dan Habibullah, mengubah operasional perbankan dari konvensional (umum) ke syariah sebenarnya tidak terlalu sulit. Dalam waktu satu tahun perubahan itu bisa dilakukan, sehingga jika dipandang perlu membuat bank syariah besar di Indonesia, tak selalu harus dilakukan dengan merger bank-bank syariah yang sudah ada, melainkan bisa juga dengan mengubah operasional bank besar dari konvensional ke syariah.

Sebelumnya sebagai pembicara kunci, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua BAPPENAS Sofyan Djalil memaparkan besarnya potensi dana syariah di Indonesia, baik yang bersifat ekonomi maupun sosial keagamaan. Selain negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar, Indonesia juga memiliki lembaga keuangan syariah terbanyak di dunia.

Dana ekonomi syariah antara lain tersebar di perbankan syariah, meliputi 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23 Unit Usaha Syariah (UUS) dan 163 BPR Syariah (BPRS). Selanjutnya di pasar modal syariah akumulasi penerbitan sukuk sampai tahun 2015 senilai Rp300 triliun, 65 reksadana syariah, 336 saham pada Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) dan 30 saham blue chip pada Jakarta Islamic Index (JII). Sedangkan lembaga keuangan non bank ada sekitar 5.000 Baitul Mal wat Tanwil (BMT), 6 perusahaan takaful, 42 Unit Usaha Takaful, 2 perusahaan leasing syariah, 42 unit usaha leasing syariah dan 2 modal ventura syariah.

Potensi dana sosial keagamaan Indonesia lebih besar lagi dan belum termanfaatkan secara optimal. Akumulasi pengelolaan dana haji setiap tahunnya cukup besar, pada tahun 2015 mencapai Rp 73 triliun. Lalu potensi zakat, di luar infak dan sedekah mencapai Rp 11 triliun/tahun. Namun melalui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) baru terkumpul Rp 60 miliar/tahun, sedangkan yang dikelola lembaga-lembaga lain sekitar Rp 400 miliar/tahun.

Selanjutnya potensi wakaf sekitar Rp 377 triliun dan tanah wakaf seluas 4,1 miliar m2. Saat ini yang terkelola baru sekitar Rp 13 miliar. Sehingga potensi dana sosial keagamaan tersebut masih memerlukan lembaga yang mampu mengelola untuk kemaslahatan umat dan pembangunan ekonomi nasional.

Menanggapi paparan Sofyan Djalil tersebut, Ketua Umum Keluarga Besar PII Nasrullah Larada menyatakan KB PII yang memiliki jaringan di tingkat nasional hingga daerah siap memobilisasi masyarakat untuk mengembangkan pendirian Bank Syariah Indonesia. Sudah saatnya umat Islam sebagai mayoritas memiliki kebanggaan dengan berdirinya bank syariah Indonesia.

Nasrullah menambahkan adalah naif jika melihat kenyataan perkembangan bank syariah di Indonesia. Market share perbankan syariah hanya 3-4 persen di tengah mayoritas muslim Indonesia yang lebih dari 80 persen. "Jika Bank Syariah Indonesia ini didirikan, tahap awal kita akan memobilisasi umat Islam dengan gerakan satu juta rekening di Bank Syariah sebagai bentuk dukungan," ujarnya.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016