Yangon (ANTARA News) - Myanmar hari Jumat membebaskan pemimpin unjukrasa bulan lalu, yang menuntut perbaikan kehidupan sehari sesudah ia ditangkap untuk ketiga kali dalam tiga pekan, kata aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat. Htin Kyaw (44 tahun) ditahan hari Kamis sesudah mengadakan jumpa pers di Yangon untuk mendesak penguasa memperbaiki keadaan hidup di Myanmar dan membebaskan tujuh orang, yang masih ditahan akibat unjukrasa itu. Win Naing, veteran politikus berusia 71 tahun, yang mengadakan jumpa pers itu, juga ditahan beserta Htin Kyaw, tapi ia mengatakan kepada kantor berita Prancis (AFP) bahwa keduanya dibebaskan hari Jumat. "Kami diperiksa terpisah di kementerian dalam negeri. Mereka mengatakan kami salah dengan mengadakan jumpa pers," kata Win Naing. Ia tidak ikut unjukrasa 22 Februari itu, penentangan terbuka pertama terhadap penguasa sesudah satu dasawarsa. Dalam unjukrasa 30 menit itu, sekitar 25 orang berbaris melewati pasar Yangon mendesak penurunan harga untuk bahan pokok, pembukaan lebih banyak lapangan kerja dan listrik 24 jam. Win Naing menyatakan tujuh pengunjukrasa masih ditahan. "Mereka sekedar menuntutu perbaikan kehidupan. Saya tidak mengerti alasan pemerintah menahan orang, termasuk saya dan Htin Kyaw," kata pegiat pendukung demokrasi. Ia menyatakan memunyai sedikit keterangan mengenai tujuh tahanan itu, termasuk keberadaan mereka. Penentangan macam apa pun langka di Myanmar, yang sebelumnya dikenal sebagai Birma, yang berada di bawah kekuasaan tentara sejak 1962. Penguasa sejak lama menguatiri kehancuran ekonomi negara itu, yang merosot akibat beberaa dasawarsa salah urus dan dibelenggu sanksi Barat, bisa mencetuskan kerusuhan perkotaan. Pemerintah Myanmar pekan lalu membebaskan sembilan orang, yang ditahan sesudah unjukrasa langka terhadap kehidupan memburuk di Yangon, ibukota niaga negara itu, kata keluarga. Sekitar dua lusin orang melambaikan plakat dan meneriakkan semboyan selama 30 menit di luar stasiun bis paling ramai di Yangon hari Kamis, menuntut perbaikan perawatan kesehatan, pendidikan dan persediaan memadai listrik di kota sehari-hari mengalami pemadaman itu. Meskipun ada kekayaan alam luar biasa dalam bentuk minyak, gas dan tambang, empat dasawarsa salah urus membuat perekonomian kacau dan ke-52 juta rakyat negara tersebut berada di antara yang paling miskin di dunia. Lawan utama Liga Bangsa untuk Demokrasi dan kelompok lain menyeru pembebasan kesembilan orang tersebut. "Itu hanya ungkapan secara damai pendapat umum tentang masalah sosial dan ekonomi, yang dihadapi orang sehari-hari. Tak perlu ada tindakan terhadap mereka," kata Ko Ko Gyi, mantan pemimpin pemberontakan pro-demokrasi 1988, kepada kantor berita Inggris Reuters. Sebelumnya, keluarga menyatakan pemerintah Myanmar menahan tiga peserta unjukrasa tersebut. Dengan penahanan terbaru itu, sudah sembilan orang ditahan sejak unjukrasa damai pekan sebelumnya, yang dikecam media pemerintah sebagai usaha untuk menghasut kerusuhan. Dua wartawan setempat bekerja untuk kantor berita Jepang ditahan bersama seorang pemimpin unjukrasa itu, kata saksi. Koresponden AFP di tempat itu mengatakan tentara dan polisi menyita kamera wartawan kantor berita Jepang Kyodo dan wartawati Jaringan Televisi Jepang, sebelum menahan mereka. Seorang laki-laki berumur 40 tahun, pemimpin unjukarasa kecil itu, juga ditahan, kata koresponden AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007