Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Uni Eropa (UE) untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent Guerend mengagumi kerukunan umat beragama di Indonesia.

Kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang ditemuinya, Dubes yang resmi bertugas sejak September 2015 bertanya resep sehingga Indonesia dinilai mampu menjaga kerukunan umat beragamanya.

“Apa resepnya Pak Menag?” tanya Dubes Vincent Guerend ketika menemui Menag di kantor Kemenag Jalan Lapangan Banteng Barat 3-4 Jakarta, Kamis (14/04). Ikut mendampingi Menag, Kabiro Hukum dan KLN A Gunaryo dan Kapus KUB Feri Meldi.

Atas pertanyaan disampaikan Dubes, Menag menjawab, dua hal dilakukan oleh Pemerintah.

“Pertama, melalui regulasi. Kedua, Pemerintah. Kami melakukan upaya-upaya preventif, bekerja sama dengan ormas keagamaan seperti Muhammadiyah, NU dan lain sebagainya yang berfaham moderat,” terang Menag.

Ketika ditanya tentang Islam, Menag menjawab bahwa Islam itu satu.

“Islam itu ajaran yang satu. Tetapi, ketika nilai-nilai Islam yang satu tersebut diimplementasikan dalam situasi, kondisi dan waktu yang berbeda, nilai Islam yang satu tersebut menjadi beragam,” imbuh Menag sembari menerangkan meski sama-sama memuliakan perempuan, tetapi cara di Indonesia berbeda dengan Arab Saudi.

“Di Saudi, untuk memuliakan perempuan, bahkan perempuan dilarang mengemudikan mobil. Hal tersebut berbeda dengan di Indonesia. Untuk memuliakan perempuan, di sini, bahkan perempuan bisa menjadi hakim di pengadilan agama,” tutur Menag panjang lebar.

Menag juga menceritakan ciri khas Indonesia yang bukan negara berdasar atas agama, namun juga bukan sekular. Menag juga berharap, Indonesia dan UE bisa bekerja sama dalam bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan lain sebagainya

Menag mengusulkan, agar UE memperhatikan rekruitmen para imam di masjid-masjid Eropa yang biasanya berasal dari Pakistan dan Turki untuk bisa memahami situasi dan kondisi di Eropa.

Dikatakan Menag, meski Eropa mayoritas adalah negara sekuler, tetapi harus dipahami pula, bahwa paham keagamaan masyarakat berperan pula dalam hubungan sosial. Para Imam Masjid yang ekslusif  tersebut didorong untuk bisa diajak dialog, meski ekslusivitas tersebut adalah sebuah keyakinan dan hak yang harus dipahami dan dihormati, namun (harus dipahami) kalau mereka (para Imam tersebut) tinggal di Eropa, bukan di negara asalnya.

“Karena jika para Imam masih memegang teguh adat daerah asal, dikhawatirkan sedikit banyak akan menimbulkan kesalahpahaman,” kata Menag.

Dalam kunjungannya tersebut, Dubes UE berharap ada kerja sama antara Indonesia dengan UE di bidang agama, khususnya agama Islam. Hal tersebut penting dilakukan agar masyarakat muslim di Eropa bisa berbaur dengan masyarakat Eropa lainnya dan tidak ekslusif.

Atas tawaran kerjasama UE tersebut, Menag menyambut baik tawaran tersebut.

“Indonesia (Kemenag) siap bekerja sama dengan UE dalam mempersiapkan para Imam Masjid yang berfaham moderat, agar asumsi Masyarakat Eropa terhadap Islam tidak menimbulkan kesalahpahaman dan persepsi tidak baik terhadap Islam,” ucap Menag.

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016