Jakarta (ANTARA News) - Penyidikan kasus percobaan pemberian suap terkait penghentian penanganan perkara pada PT Brantas Abipraya di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta di KPK terus dilanjutkan meski Kejaksaan Agung menyatakan tidak ada pelanggaran etik anggotanya dalam perkara itu.

"Begini, kejaksaaan itu melaksanakan pemeriksaan etik, kami memberikan akses untuk memeriksanya, jadi bisa saja keputusan yang diambil Kejaksaan Agung berbeda dengan apa yang diambil oleh KPK, tergantung pendalaman yang sedang kami lakukan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Hari ini, Jaksa Agung M Prasetyo mengungkapkan tidak ada pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang, Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu berdasarkan hasil pemeriksaan tim Jaksa Agung Muda bidang Pengawasan (Jamwas).

KPK juga sudah memeriksa Sudung dan Tomo sebanyak dua kali yaitu 31 Maret dan 14 April 2016. Tujuan pemeriksaan adalah untuk mengonfirmasi tujuan pemberian uang yang dilakukan oleh Sudi Wantoko dan senior manager PT Brantas Abipraya Dandung Pamularno melalui Marudut sebagai usaha untuk menghentikan perkara penyelidikan yang dilakukan Kejati DKI terkait PT Brantas Abipraya

"Sudung dan Tomo kan baru dipanggil lagi dan masih akan diperiksa beberapa kali lagi. Kita sedang petakan antara pemberi dan penerima, seharusnya ada meeting of mind, itu yang sebenarnya kita dalami," ungkap Syarif.

Pengacara Sudi dan Dandung, mengatakan bahwa perkara dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan PT BA adalah penyelidikan mengenai dugaan penyelewenangan kewenangan yang merugikan keuangan negara hingga Rp7,028 miliar, namun karena kerugian negara di bawah Rp10 miliar maka Kejaksaan Agung melimpahkannya ke Kejati DKI Jakarta.

Surat perintah penyelidikan oleh Kejati DKI Jakarta ditetapkan pada 15 Maret 2016 dan Kejati DKI mengirimkan surat permintaan keterangan kepada 4 karyawan PT BA pada 18 Maret 2016 untuk diperiksa pada 23 Maret 2016, surat itu ditandatangani oleh Sudung Situmorang selaku Kajati DKI Jakarta.

Namun dalam surat yang seharusnya juga mencantumkan frase "bukan projusticia" itu ternyata mencantumkan nama "Sudi Wantoko" sebagai tersangka kasus, sehingga Sudi pun membicarakan hal itu dengan Dandung.

Dandung pun teringat dengan kenalannya yaitu Marudut Pakpahan yang sudah dikenal lama sebagai teman main golf dan diketahui juga punya banyak kenalan. Marudut mengaku kepada Dandung kenal baik dengan Tomo Sitepu yang pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya maupun Sudung yang juga mantan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Surabaya.

Permintaan uang sebesar Rp2,5 miliar merupakan kesepakatan antara Dandung dan Marudut, namun diberikan sebagian yaitu sekitar Rp2 miliar dan telah ditukarkan menjadi 148.835 dolar AS. Sedangkan Rp500 masih di tangan Dandung. Uang diambil dari kas PT BA.

KPK dalam kasus ini baru menetapkan tiga tersangka kasus yaitu Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya Sudi Wantoko, senior Manager PT BA Dandung Pamularno dan seorang perantara bernama Marudut Pakpahan.

Terhadap tiga tersangka tersebut, KPK menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang perubahan atas UU 31/1999 jo pasal 55 ayat 1.

Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta dan percobaan untuk melakukan kejahatan.

KPK menduga Sudi dan Dandung diduga memberikan 148.835 dolar AS (sekitar Rp1,96 miliar) kepada Marudut selaku perantara untuk mengurus penghentian penyelidikan atau penyidikan perkara tersebut.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016