Jakarta (ANTARA News) - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menegaskan bahwa setiap pembahasan dan perubahan UUD 1945 harus selalu melibatkan rakyat sehingga tidak akan ada gesekan dalam pelaksanaannya. "Yang paling ideal adalah perubahan konstitusi harus melibatkan rakyat," katanya di sela seminar "Masa Depan Konstitusi Uni Eropa: Pelajaran Bagi ASEAN dan Indonesia" di gedung MK Jakarta, Rabu. Hal itu dikatakannya terkait berkembangnya wacana untuk mengadakan perubahan kelima terhadap UUD 1945 oleh anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) akhir-akhir ini. Pelibatan masyarakat, menurut Jimly, dapat dilakukan dengan melakukan sejumlah forum kajian konstitusi. Setelah itu, para wakil rakyat bisa menyerap aspirasi rakyat yang timbul dalam forum kajian itu untuk selanjutnya dibahas dan diperjuangkan di MPR. Proses kajian konstitusi itu, katanya, sangat membutuhkan peran aktif partai politik dalam membentuk gugus tugas untuk mengkaji konstitusi. Jimly mengatakan, pembahasan konstitusi dalam setiap gugus tugas itu bisa diprioritaskan untuk memperjuangkan kepentingan rakyat dan memperbaiki sistem kenegaraan. Tterkait dengan wacana perubahan konstitusi, Jimly menegaskan, sampai saat ini yang berlaku adalah UUD sampai dengan dilakukannya perubahan keempat. Namun demikian, Jimly mendukung setiap proses kritisisasi terhadap konstitusi selama melalui jalur yang tepat dan melibatkan seluruh masyarakat. Pelibatan masyarakat, katanya, dirasa perlu karena jika konstitusi diberlakukan, hal itu akan mengikat seluruh masyarakat. "Tentu orang yang terikat harus punya kepentingan," kata Jimly. Sedangkan prosedur yang benar dalam perubahan UUD sangat diperlukan untuk jaminan penegakan hukum. "Sepanjang sudah sah, itulah yang harus dilaksanakan, dikawal," katanya menambahkan. Wacana perubahan UUD 1945 dilontarkan DPD dengan tujuan antara lain untuk memperkuat posisi wadah perwakilan daerah tersebut. Rencana amendemen itu juga sudah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono oleh Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita (7/2). "Konsultasi dengan Presiden ini tidak bermaksud mencari dukungan. Presiden sebagai tokoh nasional sebaiknya mendengar sendiri penjelasan dari saya selaku Ketua DPD soal amandemen UUD 1945," kata Ginandjar. Ginandjar menegaskan, amendemen UUD 1945 yang diusulkan DPD tidak akan menyebabkan perubahan besar, namun lebih dimaksudkan untuk memperkuat sistem ketatanegaraan, yaitu sistem bikameral, yang dinilainya saat ini tidak berjalan dengan baik. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007