Jakarta (ANTARA News) - Rancangan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1997 tentang narkotika yang saat ini tengah dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) DPR tetap memuat ancaman hukuman mati bagi para produsen dan pengedar obat-obatan terlarang. Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN), Komisaris Jenderal Pol. I Made Mangku Pastika, usai sidang uji materiil UU Narkotika di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa RUU itu justru memuat beberapa aturan tambahan yang memperberat hukuman bagi pelaku kasus narkotika. "Hukuman mati yang pasti tetap diatur dalam RUU narkotika itu," ujarnya. Menurut dia, RUU itu mencantumkan ancaman hukuman pidana minimum dalam perkara narkotika, yang belum diatur dalam UU yang ada saat ini. "Jadi, tidak ada lagi pelaku kasus narkotika yang hanya dihukum tiga bulan saja," katanya. Pastika menambahkan, BNN mengusulkan kepada pansus agara RUU yang tengah dibahas itu menggabungkan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dalam beberapa kasus, lanjutnya, ada beberapa terdakwa yang hanya bisa dituntut menggunakan UU Psikotropika saja yang ancaman hukumannya lebih rendah. Ia mencontohkan, kasus Ah Kwang yang memiliki pabrik pil ekstasi terbesar di Asia, dan hanya bisa dituntut menggunakan UU Psikotropika dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. Menurut Pastika, usulan BNN itu masih dipertimbangkan oleh Pansus DPR. "Kita sudah minta, agar pembahasan RUU itu dipercepat. Penyebaran narkotika di sini sudah gawat," ujarnya. Aturan hukuman mati dalam UU Narkotika diujimateriil ke MK oleh tiga terpidana mati kasus "Bali Nine", Myuran Sukumaran, Andrew Chan, dan Scott Anthony Rush, yang berwarganegaraan Australia, serta dua WNI terpidana mati kasus narkotika, Edith Yunita Sianturi dan Rani Andriani. Ketika memberikan keterangan dalam persidangan, Pastika mengatakan, ancaman hukuman mati dalam UU Narkotika tidak memberi efek jera, karena eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkotika yang selalu ditunda. Menurut dia, dari 62 terpidana mati kasus narkotika, baru ada tiga yang dieksekusi. Oleh karena itu, dalam RUU Narkotika pihak BNN meminta, agar ditentukan batas waktu pelaksanaan eksekusi bagi terpidana mati kasus narkotika, demikian I Made Mangku Pastika. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007