Surabaya (ANTARA News) - Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) menyambut baik keinginan Gubernur Jaw Timur (Jatim), Imam Utomo, untuk mengkaji kembali hasil penelitiannya yang menyimpulkan kalau jarak 1,5 kilometer areal sekitar pusat semburan lumpur dari proyek PT Lapindo Brantas Inc. di Sidoarjo akan ambles (turun). "Kita sambut baik permintaan Pak Gubernur tersebut. Baru kali ini ada pejabat publik minta secara terbuka kepadsa IAGI. Ini menandakan apa yang kita perbuat menjadi perhatian masyarakat Indonesia, khususnya Jatim," ucap Eddy Sunardi, Ketua Departemen Pengembangan IAGI, saat dihubungi dari Surabaya, Jumat. Permintaan Gubernur Jatim kepada IAGI tersebut dinyatakan ketika memberikan sambutan Pendapat Akhir terhadap Raperda Provinsi Jatim tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Jatim di DPRD Jatim, Kamis (15/3). "IAGI menyimpulkan kalau 30 tahun lagi Kota Porong akan ambles menjadi danau, sementara peramal Mama Laurent menyatakan lima hingga enam bulan lagi akan ambles. Saya bukannya percaya ramalan, tetapi ini adalah pendapat," ucapnya. Dia mengemukakan, kalau memang hasil kajian IAGI benar-benar menunjukkan Kota Porong akan ambles maka merupakan kewajiban pemerintah untuk melakukan relokasi warga, sehingga kalau lima hingga enam bulan ambles, maka warga tidak menyalahkan pemerintah. "Saya tidak mau mengatakan akan memindahkan warga Porong. Tetapi, saya meneliti dulu apakah bahayanya lubang yang sekarang terjadi itu. Kalau sudah diteliti saya baru melaporkan ke pemerintah pusat untuk melakukan tindakan," katanya. Sekarang ini, ujar Imam, pihaknya memerintahkan masyarakat untuk melakukan persiapan. "Apakah ramalan IAGI itu sudah benar, saya minta jaminannya. Kalau memang jarak 1,5 kilometer tidak bisa ditempati, maka harus relokasi. Namun, ini jangan diperbesar, nanti warga akan panik," katanya menegaskan. Eddy yang juga Ketua Tim Investigasi semburan lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo, menuturkan bahwa hasil pencitraan "land satelite" areal sekitar pusat semburan yang akan ambles radius dua kilometer, berbentuk elip mengarah ke Timur laut, di mana sejak November 2006 setiap harinya rata-rata ambles 15 cm. Logikanya, menurut dia, dengan semburan lumpur panas Lapindo yang begitu besar lebih dari 100.000 meter kubik (m3) setiap harinya, maka sejak jauh hari tanah sekitar pusat semburan sudah ambles. Namun, ia menilai, karena adanya gaya pengapungan dari bawah tanah, sehingga mampu mengimbangi percepatan penurunan. Mengenai "insersi" atau memasukan untaian bola-bola beton ke pusat semburan yang dilakukan Timnas Penanggulangan Semburan Lumpur di Sidoarjo (PSLS) atas rekomendasi ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB), dinilainya, sebagai upaya mengurangi semburan lumpur panas, dan merupakan upaya yang sia-sia sekaligus menghamburkan dana saja. Ia menjelaskan, suhu di atas pusat semburan lumpur panas mencapi 100 hingga 150 derajat Celsius, sementara itu di bawahnya bisa mencapi 200 derajat Celsius, sehingga lambat laun tapi pasti untaian bola-bola beton itu akan leleh juga. IAGI sejak awal sudah merekomendasikan lumpur di buang ke laut melalui kanal-kanal permukaan, dan setelah hal itu dilakukan, ternyata kekhawatiran mengenai munculnya lumpur beracun tidak terbukti. "Kita konsentrasi urusi permukaan saja, dengan membuat kanal menyalurkan lumpur ke laut. Dananya cukup besar, agar tidak sia-sia, ya urusi permukaan, terutama masalah ganti rugi bagi warga korban. Biar saja semburan lumpur terjadi, itu merupakan `mad vulcano` yang diprediksi berlangsung sampai 30 tahun ke depan," demikian Eddy Sunardi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007