Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi menduga ada politisasi dalam penanganan kasus penjualan kapal tanker raksasa (very large crude carrier/VLCC) milik Pertamina tahun 2004. "Saya kira akan bersifat politis kalau sudah (melibatkan) Pansus DPR. Namanya juga DPR, kalau DPR itu kebenaran bukan yang utama, tapi adu kuat, suara terbanyak. Kita lihat, kasus HAM tidak dibawa ke Rapat Paripurna, kasus ini (kasus VLCC-Red) dibawa ke Paripurna," kata Laksamana menjawab pertanyaan wartawan mengenai politisasi kasus VLCC yang diklarifikasi oleh Kejaksaan Agung di Jakarta, Jumat. Politisi Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) itu mengatakan, dirinya berupaya memenuhi panggilan untuk diklarifikasi Kejaksaan Agung meskipun sebelumnya telah dimintai keterangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus penjualan tanker Pertamina itu beberapa waktu lalu. "Pemeriksaan itu hal biasa. Sebagai warga negara kita patuh, beri contoh profesional. Jangan politik jadi panglima, hukum dikesampingkan," kata mantan politisi PDIP itu. Pengusutan kasus penjualan dua unit VLCC Pertamina itu merupakan salah satu rekomendasi Pansus DPR RI yang telah disahkan pada Rapat Paripurna tanggal 16 Januari 2007. Kasus penjualan dua unit tanker oleh PT Pertamina itu awalnya diselidiki oleh KPK sejak tahun 2004 dan pada Rapat Kerja Komisi III dengan KPK pada 22 Januari dilaporkan bahwa lembaga yang dipimpin Taufiequrrachman Ruki itu belum berhasil membuktikan adanya unsur memperkaya diri dan kerugian negara karena belum adanya harga pasar atau pembanding yang wajar dari kapal tanker VLCC; sehingga penanganan kasus belum bisa ditingkatkan ke penyidikan. Belakangan, Komisi III DPR mendesak Kejaksaan untuk melakukan tindakan hukum baik perdata maupun pidana sehubungan dengan kasus penjualan dua unit kapal tanker raksasa oleh PT Pertamina. Komisi III juga meminta Kejaksaan agar berkoordinasi dengan KPK untuk melakukan pengusutan terhadap mantan Komisaris Utama PT Pertamina sekaligus mantan Meneg BUMN Laksamana Sukardi karena sebut-sebut terlibat dalam kasus penjualan VLCC Pertamina. Pria yang akrab disapa Laks itu mengatakan, proses penjualan tanker raksasa Pertamina itu telah dilakukan sesuai mekanisme korporat, bukan perintah dirinya selaku Meneg BUMN saat itu sebagaimana yang disuarakan oleh beberapa kalangan. Ditanya apakah proses penjualan tanker tersebut diketahui Presiden Megawati yang saat itu memimpin Kabinet Gotong Royong, Laksamana menjawab, dia pernah memberitahu presiden namun ia tidak tahu apakah Megawati masih mengingat hal itu atau tidak. Dia mengatakan, pejabat harus kuat dan berani dalam mengambil keputusan. Saat itu, Pertamina sedang menghadapi ancaman penyitaan pengadilan internasional terhadap seluruh aset Pertamina sehingga penjualan tersebut dinilai sebagai upaya menyehatkan kembali perusahaan migas negara karena menurut Laksamana, penjualan itu menguntungkan Pertamina sebesar 53 juta dolar AS. "Pelajaran dari kasus ini, pejabat takut mengambil keputusan. Realiasi anggaran belanja hanya 25 persen karena pejabat takut. Kalau Indonesia begini terus, bagaimana mau maju?," kata Laksamana Sukardi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007