Yogyakarta (ANTARA News) - Undang-Undang Dasar (UUD) tidak harus dimasukkan ke dalam Lembaran Negara sebagai tanda pemberlakuannya karena peraturan perundang-undangan itu tidak memuat ancaman sanksi hukum bagi pelanggarnya, tapi hanya sanksi politik. "Karena itu baik secara yuridis, historis maupun filosofis tidak ada keharusan untuk memasukkan UUD ke dalam Lembaran Negara sebagai tanda pemberlakuan," kata Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Prof Dr Mahfud MD pada diskusi Amandemen UUD 1945 dalam Perspektif Ahli, di Yogyakarta, Sabtu. Ia menjelaskan tanpa dimasukkan ke dalam Lembaran Negara, UUD 1945 sudah sah berlaku asalkan prosedur penetapan dan perubahannya dilakukan menurut prosedur yang diatur di dalam UUD itu sendiri. Menurut dia, UUD adalah peraturan perundang-undangan yang masih berupa himpunan asas yang belum menjadi norma yang memiliki sanksi hukum bagi pelanggarnya. Pelanggaran terhadap UUD hanya dapat dijatuhi sanksi politik, kecuali pelanggaran atas isi UUD yang telah dijadikan UU yang disertai ancaman sanksi hukum. Dengan kata lain isi UUD baru bisa menjadi norma yang disertai sanksi hukum jika sudah diturunkan ke dalam UU. "UU ini lah yang harus dimasukkan ke dalam Lembaran Negara agar berlaku asas fiksi bahwa setiap orang dianggap tahu tentang pemberlakuan UU tersebut dengan semua ancaman sanksi hukumnya," katanya. Menyinggung tentang keabsahan sebuah UUD, ia mengatakan, tergantung pada prosedur penetapan atau perubahan yang diatur di dalam UUD itu sendiri.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007