Depok, 19/3 (ANTARA) - Analis politik dari Universitas Indonesia (UI), Maswadi Rauf mengatakan reshuffle kabinet yang saat ini banyak dibicarakan tidak penting untuk dilaksanakan. "Ini lagu lama, dan tidak penting untuk dilaksanakan. Lebih baik tingkatkan saja kinerja para menteri," katanya, di Depok, Senin. Ia mengatakan, kinerja para menteri yang kurang baik harusnya didorong untuk melakukan perubahan sehingga akan mampu meningkatkan kinerjanya bagi kepentingan masyarakat. "Kalau reshuffle hanya untuk bagi-bagi kekuasaan percuma saja. Apalagi, dua tahun lagi Pemilu, jadi tidak akan efektif jika para menteri banyak yang baru, karena harus menyesuaikan diri lagi," katanya. Namun, nada sebaliknya disampaikan analis politik dari UI lainnya, Boni Hargens, yang menilai kinerja pemerintah yang semakin tidak ada koordinasi dan semakin amburadul, sehingga solusi terakhir yang harus dilakukan adalah reshuffle kabinet Indonesia Bersatu (KIB) harus segera dilaksanakan. Direktur Riset Parrhesia (Institut for Nation-State Building) tersebut mengatakan, kalau mau ada perubahan paling lambat bulan Maret ini harus diadakan reshuffle kabinet, karena tahun depan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) relatif sudah tidak dapat memerintah karena akan ada persiapan pertarungan Pemilu 2009. Masalah yang sudah lama di KIB adalah koordinasi yang lemah dan ada kesan tidak ada paradigma yang sama dalam membangun bangsa dan negaram sehingga reshuffle adalah suatu keharusan untuk mengatasi masalah ini. Menurut dia, menteri-menteri yang perlu diganti adalah Menteri Perhubungan, Hatta Radjasa, Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, Menteri Sekretaris Kabinet, Sudi Silalahi, Menteri Dalam Negeri, M Ma`ruf, Menteri Kesejahteraan Sosial, Aburizal Bakrie, Menteri Hukum dan HAM, Hamid Awaluddin. Sedangkan untuk komposisi yang bagus adalah 60 persen yang duduk di kabinet sebaiknya berasal dari para profesional dan 40 persen dari partai politik. Namun, ia melihat hal itu tidak mungkin dilakukan oleh Presiden Yudhoyono, dan akan tetap menerapkan 40 persen profesional dan 60 persen partai politik. Ia juga menyarankan adanya peleburan Menkokesra dan Mensos, Menpora dengan Mendiknas, sedangkan Menteri Percepatan Masyarakat Daerah Tertinggal dihapus. Selain alasan buruknya kinerja sebagian besar menteri di KIB, hal itu diperlukan dalam rangka penyesuaian paradigma dan koordinasi antara para menteri dan presiden selaku kepala pemerintahan. Hal yang sangat dihindari, kata dia, merombak kabinet dalam rangka bagi-bagi kursi diantara partai pendukung pemerintah, apalagi untuk menetralisir hubungan presiden (PD) dan wakil presiden (Golkar) yang sempat panas akibat UKP3R yang mengecewakan partai Beringin itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007