Jakarta, 17/6 (Antara) - Ekonom senior yang juga mantan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia 1999-2004, Anwar Nasution menyatakan "tax amnesty" tidak akan dapat mendorong pengembalian kembali kekayaan maupun dana milik orang Indonesia yang diparkir di luar negeri.

"Penyebab utama diaspora modal ke luar negeri bukan karena tingginya pajak penghasilan di Indonesia. Diaspora itu terjadi terutama karena dua hal," kata Anwar dalam diskusi "Tax Amnesty: Pemutihan Pajak dan Skandal Keuangan Terbesar?" di Jakarta, Jumat.

Pertama, kata Anwar, karena buruknya sistem politik dan hukum di Tanah Air yang tidak kondusif untuk menyimpan kekayaan di Indonesia.

"Sistem hukum nasional tersebut tidak mampu melindungi hak milik individu maupun memaksakan kontrak perjanjian," tuturnya.

Selanjutnya, kata dia, biaya transaksi pasar menjadi mahal karena aparat hukum tidak dapat diandalkan sehingga meningkatkan ketergantungan pada preman dan "debt collectors".

"Secara regular, Indonesia sering menyita harta kekayaan orang perorang tanpa hukum dan ganti rugi. Akibatnya, untuk melindungi kekayaannya orang memindahkannya ke negara yang punya kepastian sosial serta hukum lebih baik seperti di Singapura," ujarnya.

Penyebab kedua, kata Anwar, karena buruknya produk maupun pelayanan lembaga keuangan nasional.

"Untuk memudahkan pengelolaan kekayaan dan penyelenggaraan transaksi keuangan mereka, pemilik uang memilih lembaga keuangan dan bank yang menawarkan produk lebih canggih serta pelayanan yang lebih baik," ucap Anwar.

Dewasa ini, kata dia, lembaga keuangan Indonesia itu bertumpu pada industri perbankan yang didominasi oleh empat bank negara dan 26 BPD.

"Karena aturan pemerintah yang mengutamakan penggunaan jasa mereka, kelompok bank negara menguasai lebih dari 50 persen pasar industri perbankan," kata Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu.

Menurutnya, produk bank-bak negara dan BPD tidak mumpuni sedangkan pelayanannya tidak sebaik bank-bank swasta dan cabang bank-bank negara di luar negeri hanya bisa mampu bersaing dengan "Western Union" untuk melakukan transfer uang TKI di berbagai negara.

"Sebaliknya, Jakarta adalah "profit center" bank-bank negara tetangga seperti CIMB Niaga, Maybank maupun DBS," ujarnya.

Pemerintah memperkirakan wajib pajak yang mendaftar kebijakan pengampunan pajak akan mendeklarasikan asetnya di luar negeri hingga Rp4.000 triliun, dengan kemungkinan dana repatriasi yang masuk mencapai kisaran Rp1.000 triliun dan uang tebusan untuk penerimaan pajak Rp160 triliun.

Menurut rencana, kebijakan pengampunan pajak akan dilaksanakan pada 1 Juli 2016, seusai pembahasan RUU Pengampunan Pajak, yang saat ini berada dalam tahapan rapat panitia kerja (Panja) pemerintah dengan DPR RI.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016