Semarang (ANTARA News) - Guru besar Kajian Indonesia pada Melbourne University Australia, Prof Dr Arief Budiman menilai, demokrasi yang berjalan di Indonesia cenderung didominasi partai politik, karena melihat daftar calon dalam pilkada, semuanya diusung oleh parpol. Karena itu, kata Arief Budiman usai menjadi narasumber pada diskusi publik tentang Media dan Kekuasaan di Semarang, Jumat, sudah saatnya dibentuk model penjaringan baru mengenai pencalonan dalam pilkada. Tata cara pencalonan pilkada, menurut dia, perlu diubah, agar calon independen dapat mendaftar dengan syarat atau kriteria tertentu, misalnya dengan mengumpulkan dua juta tanda tangan pendukung calon kepala daerah. "Sebuah peraturan hendaknya dibentuk untuk mengatur semua yang menyangkut proses pencalonan, untuk menunjukkan bahwa kita memberi peluang. Mengenai apakah hal itu sulit direalisasi, itu beda soal," katanya. Calon independen yang dapat mendaftar sebagai calon, katanya, tentunya harus terukur kualitasnya, layak tidaknya dia mencalonkan diri. "Sekarang ini, demokrasi di Indonesia masih dimonopoli oleh partai, dan menurut saya hal tersebut haruslah diubah," tutur Arief. Demokrasi, menurut Arief, seharusnya didominasi oleh rakyat, dan bukan partai tertentu. "Partai juga rakyat, tapi tak ada salahnya langsung dari rakyat," saran dia. Di Amerika Serikat, kata Arief memberi contoh, pernah ada calon ketiga dalam pemilihan presiden yang merupakan calon independen (Ros Perrot) dengan mengumpulkan tanda tangan. "Tapi ada kriterianya bahwa dukungan yang didapatkan adalah konkret," kata mantan dosen UKSW Salatiga itu. Di Indonesia sendiri, katanya, belum pernah ada calon independen karena tidak adanya sosok yang kharismanya mampu merebut hati dan dukungan masyarakat.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007