Jakarta (ANTARA News) - Kemandirian koperasi Indonesia dipertanyakan setiap 12 Juli menjelang. Tak berbeda tahun ini ketika koperasi di Tanah Air menginjak usia 69 tahun.

Sampai di mana koperasi Indonesia telah melangkah? Faktanya, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah (AAGN) Puspayoga mengakui koperasi di Indonesia masih terkungkung dalam paradigma lama sehingga citranya pun belum terlampau baik di kalangan masyarakat.

"Koperasi belum menjadi pelaku yang setara dengan BUMN dan swasta. Masih tampak kuno dan belum bisa seluruhnya mengikuti perkembangan zaman sehingga perlu reformasi menyeluruh untuk koperasi di Indonesia," kata Menteri Puspayoga.

Pihaknya kemudian merumuskan sembilan program unggulan untuk menjadikan koperasi Indonesia agar memenuhi amanat Undang-Undang yakni sebagai soko guru perekonomian bangsa.

Kementerian Koperasi dan UKM pun kemudian mencanangkan program unggulan untuk mencapai koperasi sehat, berkualitas, dan modern sekaligus menciptakan UMKM yang tangguh.

"Ada sembilan program unggulan Kementerian Koperasi dan UKM agar pada usianya yang ke-69 tahun ini bisa semakin berkiprah dalam perekonomian," tuturnya.

Sembilan program yang dimaksud yakni Nomor Induk Koperasi atau NIK yakni terobosan pendataan koperasi sejak Desember 2014.

Dari hasil pendataan, koperasi aktif sebanyak 147.249 unit. Seluruh koperasi akan memiliki NIK untuk memudahkan pembinaan, pemberdayaan dan pendampingan. Hingga saat ini, tercatat 4.626 koperasi telah mendapat NIK.

Program kedua yakni penerbitan badan hukum koperasi secara online. Dengan sistem ini, pengurusan badan hukum koperasi dipangkas dari 90 hari menjadi lima hari.

Kementerian Koperasi dan UKM juga berupaya mengembalikan peran penting KUD dalam penyaluran pupuk bersubsidi. Hingga saat ini, ada 274 KUD dari 2.485 distributor yang menyalurkan pupuk bersubsidi.

Selain itu untuk memberikan kemudahan dan memfasilitasi koperasi dalam proses melengkapi legalitas usahanya, Kementerian Koperasi dan UKM mengembangkan program fasilitasi pembuatan akta notaris untuk pendirian koperasi dan UKM secara gratis bagi pengusaha mikro.

Terus Bersinergi
Sinergi yang baik terus dikembangkan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah untuk menerapkan program unggulan lanjutan bagi pemberdayaan koperasi menuju soko guru perekonomian bangsa.

Program yang juga diunggulkan yakni penerbitan Izin Usaha Mikro dan Kecil atau IUMK yang dicanangkan dalam rangka mempermudah pelaku usaha mikro dan kecil mendapatkan perizinan.

Perizinan yang diterbitkan oleh camat dan tanpa biaya itu telah ditindaklanjuti dengan terbitnya 182 Peraturan Bupati/Wali Kota. Sampai saat ini jumlah IUMK yang sudah mendapatkan legalitas dari camat sebanyak 182.000 unit usaha mikro dan kecil.

Di sisi lain, program penumbuhan dan pengembangan kewirausahaan juga menjadi prioritas untuk mendukung target satu juta wirausaha secara nasional dalam kurun waktu 2015 sampai dengan 2019.

Berbagai bentuk pelatihan, pemagangan baik bagi calon wirausaha maupun instruktur dilaksanakan di berbagai daerah.

Pencapaian penumbuhan wirausaha dilakukan melalui program yang bersinergi antara Pemerintah Pusat maupun Daerah, pelaku usaha, BUMN, dan gerakan koperasi.

Sementara untuk mendorong produktivitas dan melindungi kreativitas karya UKM, Kementerian Koperasi dan UKM memfasilitas UKM mendapatkan sertifikat hak cipta secara online melalui e-hak cipta. Telah ada 3.825 hak cipta yang difasilitasi oleh Kementerian Koperasi dan UKM tanpa dipungut biaya.

Kementerian Koperasi dan UKM juga mengandalkan "Galeri Indonesia WOW" sebagai bagian dari "Gerakan Indonesia WOW" yang dicanangkan Presiden Jokowi pada awal pemerintahan.

Galeri Indonesia WOW digunakan sebagai rebranding UKM yang menawarkan berbagai fasilitas bagi wirausaha baru, para insan kreatif, dan pelaku KUKM yang ingin naik kelas.

Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram juga menekankan "concern" kementeriannya dalam hal memperluas akses pembiayaan bagi para pelaku koperasi dan UKM.

"Kementerian Koperasi dan UKM telah memangkas bunga kredit Lembaga Penyalur Dana Bergulir atau LPDB menjadi 5 persen dari sebelumnya 6 persen atau 0,2 persen/bulan untuk koperasi sektor riil bidang pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan," papar Agus.

Selain itu pinjaman dana bergulir untuk koperasi simpan pinjam dan unit simpan pinjam juga dipangkas dari 9 persen/tahun menjadi 8 persen/tahun atau setara 0,37 persen/bulan. Total pendanaan yang telah disalurkan LPDB hingga 2015 mencapai Rp6 triliun.

Pihaknya juga mendorong serapan Kinerja Kredit Usaha Rakyat atau KUR agar semakin meluas. "Bunga KUR mikro kini turun menjadi 9 persen dengan maksimal kredit Rp25 juta dan tanpa agunan. Selain KUR Mikro, juga disalurkan KUR Ritel dengan plafon Rp25 juta - Rp 500 juta dan KUR TKI," imbuhnya.

Tercatat realisasi penyaluran KUR hingga 27 Mei 2016 telah mencapai Rp 45,53 triliun. Total jumlah debitur yang dibiayai melalui KUR mencapai 2.003.745 debitur. Bahkan KUR Mikro mencapai porsi penyaluran terbesar, yakni Rp 29,5 triliun dengan jumlah 1.883.699 debitur.

Dinilai Stagnan
Meski segudang program telah dikembangkan, namun pengamat perkoperasian Suroto menilai dinamika perkoperasian Indonesia hingga saat ini terlihat stagnan, padahal koperasi selalu didengungkan sebagai kekuatan soko guru perekonomian.

"Dari sejak zaman Indonesia merdeka, koperasi kita secara agregat tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, bahkan mengalami banyak kemunduran secara pradigmatik," ujar Suroto yang juga Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) itu.

Ia menilai perlunya reformasi total sekaligus regulasi baru karena banyak Undang-Undang (UU) yang dianggapnya tidak mendukung koperasi.

Padahal, kata Suroto, di negara lain, koperasi dianggap sebagai titik terang dalam mengatasi masalah krisis ekonomi dunia.

"Koperasi telah diakui oleh banyak pihak sebagai solusi atas kondisi ekonomi stagnan, penurunan upah riil, meningkatnya ketidaksetaraan, penghematan anggaran publik, hingga kerusakan sosial dan lingkungan," katanya.

Ia menyarankan agar Undang-Undang dan berbagai produk kebijakan yang mensub-ordinasi koperasi harus segera direformasi.

"Undang-Undang yang secara terang-terangan melakukan diskriminasi dan mensub-ordinasi koperasi, misalnya, UU penanaman modal yang hanya membolehkan investasi asing dalam bentuk perseroan, penggunaan badan hukum yang hanya boleh perseroan dalam UU Penanaman Modal untuk Investasi Asing, UU Rumah Sakit, Media, serta BUMN," jelasnya.

Suroto juga menilai Indonesia saat ini membutuhkan langkah reformasi untuk meningkatkan peranan koperasi pada masa kini dan pada masa mendatang.

Oleh Hanni Sofia Soepardi
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016