Jakarta (ANTARA News) - Total transaksi pencucian uang di Indonesia yang masuk ke dalam penyelidikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) selama kurun waktu 2003 sampai 2007 berjumlah kurang lebih Rp1 triliun. "Kami tidak memiliki angka pasti dari jumlah transaksi pencucian uang tersebut, karena PPATK hanya berkewenangan melakukan analisis dan tidak berhak melakukan penyidikan," kata Kepala PPATK Yunus Husein pada Lokakarya Anti Pencucian Uang Menyelamatkan Uang Rakyat di Jakarta, Rabu. Menurut dia, selama kurun waktu 2003 sampai dengan 28 Februari 2007, PPATK telah menerima 7498 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) yang disampaikan 163 Penyedia Jasa Keuangan (PJK). "Dari 7.498 laporan tersebut, tidak semuanya menjadi kasus pidana. Paling hanya sekitar 10 persen yang menjadi kasus pidana pada tingkat penegak hukum," katanya. Sebanyak 448 hasil analisis dari 650 LTKM, ujar dia, telah disampaikan oleh PPATK kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti penangannannya. "Dengan menggunakan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang, sudah ada tujuh putusan pengadilan yang menghukum pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yaitu dua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, satu di PN Medan, dua di PN Jakarta Pusat dan dua di PN Jawa Tengah," ujarnya. Sisanya, kata Husein, sudah diputus dengan UU Tindak Pidana Korupsi, UU Perbankan dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Bila dilihat kecendrungan tindakan pencucian uang di Indonesia, sekarang ini mengalami peningkatan, karena PPATK setiap harinya menerima 12 laporan mencurigakan dari berbagai pihak seperti penyedia jasa keuangan," ujar dia. Husein mengatakan, belum adanya "single identity (ID) number" (nomor identitas tunggal) merupakan salah satu kendala yang menyebabkan sulitnya melacak kasus pencucian uang di Indonesia. "Selain itu, masalah teknis seperti kekurang sumber daya manusia, peralatan, dana juga persepsi yang belum sama antara PPATK dan pihak penyidik juga menjadi kendala cukup signifikan di lapangan," ucapnya. Ia berharap akan lebih banyak pihak termasuk penyedia jasa keuangan lebih berani melaporkan jika ada tindakan transaksi yang mencurigakan kepada PPATK karena para pelapor benar-benar dijamin keamanannya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007