Jakarta (ANTARA News) - Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Abu Bakar Ba`asyir menyatakan dukungannya terhadap sikap para anggota DPR RI yang akan menggunakan hak interpelasi terkait dukungan RI terhadap resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB nomor 1747, yang berisi penambahan sanksi bagi Iran. "Semua upaya untuk meluruskan, kita dukung. Yang menegakkan keadilan kita dukung," kata Ba`asyir usai memberi ceramah pada acara Milad ke-55 Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al Azhar di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Sabtu. Ba`asyir mengatakan, sikap Pemerintah Indonesia atas dukungan resolusi DK PBB tersebut, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. "Indonesia harusnya netral dan adil. Apalagi saya dengar Indonesia pelopor Nonblok, sehingga semestinya Indonesia tidak boleh membela atau condong terhadap satu kepentingan bangsa mana pun," ujarnya. Oleh karena itu, dalam kesempatan itu, Ba`asyir menduga keras Pemerintah Indonesia menjadi alatnya Amerika Serikat. "Baik merasa atau tidak merasa, tapi sekarang ini Indonesia telah dijadikan alat untuk kepentingan Amerika Serikat," kata pimpinan Pesantren Ngruki, Solo itu. Hingga Jumat (30/3) siang telah 237 anggota DPR dari 550 anggota DPR memberikan dukungan menggunakan hak interpelasi, sehingga telah lebih 50 persen anggota DPR memberi dukungan, padahal persyaratan minimal hanya 13 orang. Jumlah anggota DPR yang ikut menandatangani usul hak interpelasi berasal dari sembilan fraksi dan satu fraksi yang menolak ikut mendukung penggunaan hak interpelasi, yaitu Fraksi Partai Demokrat. Dalam kesempatan sama, Koordinator Operasi Tim Pengacara Muslim (TPM) Achmad Michdan mengatakan pihaknya masih terus mengumpulkan sejumlah dukungan berupa tanda tangan untuk mengajukan gugatan perwakilan kelas (class action) terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB 1747. "Kita akan melakukan audiensi dengan para tokoh Islam, ormas, parpol Islam, dan pimpinan pondok pesantren untuk mendapatkan masukan sebanyak-banyaknya," katanya. Michdan mengatakan, pihaknya juga masih mengatur waktu untuk bertemu dengan pimpinan Muhammadiyah dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk membahas hal yang sama. Setelah mendapatkan persetujuan dari para ulama Indonesia tersebut, TPM akan memfasilitasinya untuk mengajukan gugatan class action terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang telah mendukung resolusi DK PBB 1747. Upaya class action tersebut untuk meminta kepada Presiden mempertangungjawabkan sikapnya menurut hukum yang berlaku dan tidak ada tuntutan uang atau materi tertentu. Namun, bentuk pertangungjawaban itu, menurut TPM, memang tidak serta merta dengan mencabut dukungan Indonesia atas resolusi DK PBB karena memang tidak ada sistem yang memperbolehkan mencabut vooting. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007