Ketua Tim RTTS Rafi Kurnia di kampus UI Depok, Kamis mengatakan tingginya angka kematian khususnya para pasien rawat jalan akibat keterlambatan penanganan tenaga medis menjadi salah satu latar belakang diciptakannya alat ini.
"Kami melihat tidak sebandingnya ketersediaan fasilitas kesehatan dan Rumah Sakit dengan jumlah permintaan akan kebutuhan medis bagi pasien. Ditambah lagi, bagi para pasien rawat jalan khususnya pasca kritis memerlukan pemantauan kesehatan secara intensif dari tenaga spesialis," katanya.
Melihat potensi masalah tersebut, Rafi dan tim menggagas sebuah alat yang mampu mencegah keterlambatan penanganan oleh tenaga medis serta meningkatkan pemantauan kesehatan secara intensif dari tenaga spesialis.
RTTS merupakan sebuah alat single board computer yang terhubung ke jaringan internet dengan ketahanan baterai hingga 13 jam dan dapat diisi ulang kembali.
Tim RTTS menyadari adanya tantangan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan dimana belum meratanya tenaga kesehatan spesialis di seluruh wilayah Indonesia.
Sehingga dengan adanya alat ini diharapkan dapat membantu masyarakat di wilayah-wilayah yang belum dijangkau oleh tenaga spesialis agar memperoleh pengkajian dan saran dari para ahli (spesialis) dengan cepat.
RTTS yang besarnya seperti kotak P3K ini memiliki berat lebih kurang 2 kilogram dan sejauh ini telah memiliki 3 sensor yang berguna untuk memantau pasien penyakit kardiovaskuler/jantung.
RTTS juga didesain sedemikian rupa untuk menciptakan kenyamanan pasien, diantaranya sensor yang digunakan tidak menggangu titik-titik persendian sehingga tidak menyulitkan pergerakan.
"Terdapat empat keunggulan pada alat RTTS ini yaitu portable, ergonomis, mudah digunakan dan harga terjangkau," ujarnya.
RTTS menggunakan sistem telemonitoring sehingga kondisi pasien rawat jalan dapat terus diakses dengan mudah dan real time oleh tenaga kesehatan. Adapun informasi vital pasien yang dapat diperoleh dari RTTS diantaranya sensor EKG, sensor denyut nadi dan sensor suhu tubuh.
Cara kerja RTTS dimulai dari pengolahan data sensor yang kemudian ditransmisikan menjadi data informatif dan akan dikirimkan menggunakan jaringan internet.
Selanjutnya tenaga medis dapat memantau perubahan kondisi pasien dari waktu ke waktu secara real time melalui website,
sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan terburuk pada pasien dan memperbesar kemungkinan penanganan medis secara dini.
Rafi berharap alat ini dapat dimanfaatkan di daerah terpencil maupun lokasi-lokasi bencana dan menjadi salah satu opsi bagi Rumah
Sakit untuk dimanfaatkan bagi pasien rawat jalan pasca kondisi kritis sehingga dapat dipantau secara berkala oleh dokter.
Para mahasiswa yang menciptakan alat tersebut adalah Rafi Kurnia (Teknik Komputer 2012), Claudia Khansa (Teknik Elektro 2012), Yudi Reza (Kedokteran 2014) dan Dimas Hendrawan (Teknik Mesin 2013). Mereka telah mengembangkan RTTS sejak September
2015 hingga saat ini telah difinalisasi menjadi sebuah prototipe dan tengah mengajukan hak paten yang dilakukan oleh Direktorat Inovasi dan Inkubator Bisnis UI (DIIB UI).
Pewarta: Feru Lantara
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016