New York (ANTARA News) - Mantan Duta Besar Jerman untuk Indonesia, Heirich Seeman, mengakui kerap mendengar pandangan berbagai pihak yang mencap Jakarta sebagai kota menakutkan. Namun bagi diplomat senior Jerman itu, Jakarta selalu memanggilnya untuk kembali. "Banyak orang melihat Jakarta sebagai kota horor. Menurut saya tidak. Saya sangat suka Jakarta," ujar Seeman ketika ditemui ANTARA di Washington DC, AS, baru-baru ini. Karena itu pula, ia, isteri dan kelima anaknya -- beberapa di antaranya pernah bersekolah di Jakarta, kerap datang kembali ke ibukota Indonesia. Sejak ia mengakhiri masa jabatannya sebagai Duta Besar Jerman di Jakarta untuk periode 1994-2000, setidaknya sudah empat kali ia dan keluarga mengunjungi Jakarta. Yang membuat kangen untuk kembali ke Jakarta, apalagi kalau bukan penduduknya yang hangat, makanan pedas seperti rendang Padang serta suasana yang menurut dia berbeda dengan kota di negara-negara lain, seperti Singapura. Baginya, Jakarta memiliki atmosfer atau suasana yang asli dan kehidupan modern serta tradisi lama bersanding satu sama lain apa adanya. "Tentu banyak orang miskin, dan itu memang masalah serius. Tapi Jakarta kota yang hidup. Bukan kota palsu," kata Seeman. Banyaknya terjadi bencana di Jakarta juga tidak mengurangi kecintaan Seeman terhadap Jakarta. "Banjir selalu ada di Jakarta dan tempat-tempat lainnya juga," katanya dengan nada enteng. Korupsi Tapi Seeman punya catatan penting tentang korupsi di Indonesia. Menurut dia, Indonesia hingga kini belum dapat mengatasi praktek korupsi kendati kampanye anti-korupsi terus dilakukan. "Pemerintah (Indonesia, red) menyatakan memerangi korupsi. Kami mendukung itu. Tapi ternyata praktek ini sudah sangat mendarah daging dan sulit untuk diperangi," katanya. Seeman tidak menyebutkan secara rinci tentang betapa mendarah dagingnya praktek korupsi di Indonesia. Namun ia menyiratkan satu contoh. "Saya memiliki kepercayaan terhadap semua hakim di Indonesia, karena merekalah yang mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Tapi pertanyaannya, apakah mereka menerima bayaran atau tidak. Itu yang menjadi masalah," katanya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007