Bekasi (ANTARA News) - Dinas Perekonomian Rakyat Kota Bekasi, Jawa Barat, mulai memanfaatkan alat pendeteksi suhu tubuh hewan kurban secara digital guna antisipasi penyakit secara akurat.

"Alat pendeteksi tersebut bernama infrared thermometer yang biasa digunakan petugas bandara untuk mengecek suhu tubuh penumpang pesawat," kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dispera Kota Bekasi Satia Sriwijayanti di Bekasi, Senin.

Menurut dia, alat tersebut memiliki tingkat akurasi yang lebih tinggi dari alat thermometer manual untuk mendeteksi adanya hewan sakit dan tidak layak konsumsi.

Penggunaan alat itu memungkinkan petugas untuk tidak bersentuhan fisik secara langsung dengan hewan, cukup mengarahkan sinar infra merah ke arah tubuh hewan dan akan terdeteksi suhunya.

"Kalau suhunya di atas 39 derajat Celcius artinya hewan tersebut sedang sakit, tapi kalau rata-rata 27-38 derajat Celcius tandanya dalam kondisi normal," katanya.

Menurut dia, alat seharga Rp2,5 juta per unit itu baru dimiliki pihaknya dengan jumlah yang sangat terbatas karena mahalnya biaya pengadaan.

"Saat ini alat infrared thermo meter yang dimiliki baru dua unit untuk dipakai oleh 132 petugas pengawas hewan kurban di 12 kecamatan dan 56 kelurahan," katanya.

Dikatakan Satia, alat tersebut sangat membantu petugas lapangan dalam mendeteksi adanya hewan kurban yang sakit dan tidak layak konsumsi.

"Sebab selama ini kalau pakai alat konvensional, thermometer-nya harus kita masukkan ke dalam dubur hewan secara manual. Bahkan tidak jarang dari petugas kita yang ditendang oleh hewan karena merasa terusik," katanya.

Pihaknya saat ini bisa melakukan pengobatan langsung secara gratis terhadap hewan yang terdeteksi penyakit tertentu, di antaranya radang mata.

"Kalau radang mata bisa langsung kita tangani dengan meneteskan obat mata secara gratis," katanya.

Namun bila jenis penyakitnya parah, seperti anthrax dan sejenisnya, Dispera Kota Bekasi akan menyita hewan tersebut untuk diisolasi.

"Kita juga akan cari jaringan distribusinya untuk kita stop dulu agar tidak menular, khususnya kepada manusia," katanya.

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016