Surabaya (ANTARA News) - Putri Raja Bumibhol, Thailand, Prof Dr Putri Chulabhorn Mahidol mengajak masyarakat internasional untuk kembali kepada tumbuhan obat, karena 60 persen antikanker dan 75 persen anti-infeksi ada di tumbuhan obat. "Di dunia ada 400 ribu tumbuhan obat dan 60 persen di antaranya berpotensi sebagai antikanker dan 75 persen berpotensi sebagai anti-infeksi," ujarnya saat berbicara sebagai pembicara utama dalam simposium tumbuhan obat internasional di Surabaya, Senin. Di hadapan 200 peserta dari 22 negara, pemilik Chulabhorn Research Institute itu mencontohkan tumbuhan obat yang disebut dengan Plaa Lai Phueax Noi atau Ian-don (di Indonesia disebut dengan sambiloto) sebagai tanaman antikanker. "Tanaman itu merupakan tumbuhan obat yang cukup dikenal di Asia, seperti di India, China, Thailand, dan Indonesia," ucapnya dalam simposium tahunan yang digelar IOCD (International Organization for Chemical and Science in Development) UNESCO itu. Dalam kesempatan itu, ahli kimia dan ahli kanker dari Thailand itu mengupas tentang penelitian terbaru yang dilakukan terhadap sambiloto secara rinci mulai dari penelitian kandungan kimiawi hingga menjadi ekstrak obat-obatan antikanker secara laboratoris. Simposium yang dihadiri Prof JO Midiwo (IOCD) dan Dra Nani Sukasediati Apt MS (Sekjen Kelompok Kerja Nasional Tumbuhan Obat Indonesia atau Pokjanas TOI) itu dibuka oleh Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Jawa Timur Dr H Soekarwo MHum. "Di Jatim ada 439 industri obat tradisional yang lima di antaranya merupakan industri obat tradisional yang cukup besar. Jadi, tumbuhan obat sudah akrab dengan masyarakat Jatim, tapi simposium itu akan dapat meningkatkan pemanfaatan tumbuhan obat," kata Soekarwo. Secara terpisah, Ketua Panitia Simposium, Dr Wahjo Dyatmiko Apt, mengatakan simposium tumbuhan obat internasional di Surabaya dihadiri 200 peneliti dari lima benua yang membawakan 147 makalah pada 9-11 April. "Kami dari Fakultas Farmasi (FF) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ditunjuk pemerintah menjadi tuan rumah, setelah Indonesia bersaing dengan Malaysia. Indonesia dipilih karena merupakan negara dengan potensi hutan ke-2 di dunia setelah Brasil (hutan Amazon)," ucapnya. Di Indonesia, katanya, ada 33 ribu tumbuhan obat yang 1.200 tumbuhan di antaranya sudah diteliti sebagai obat tradisional, tapi penelitian tumbuhan obat di Indonesia memang belum seperti negara lain, karena keterbatasan fasilitas dan anggaran. "Karena itu, simposium akan bermanfaat dalam menjalin kerjasama antar pakar dari lima benua dan menjalin kerjasama antara peneliti dengan industri farmasi," katanya.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007