Pangkalpinang (ANTARA News) - Kepala Divisi Humas Mabes Polri mengimbau masyarakat menggunakan media sosial secara bijak agar tidak menjadi alat provokasi yang dapat menimbulkan konflik.

"Penggunaan media sosial di Indonesia akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan dengan saling melontarkan kebencian dan cenderung provokatif untuk menyudutkan pihak lain," kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Boy Rafli Amar di Pangkalpinang, Minggu.

Ia menerangkan, akun media sosial sering digunakan untuk menghasut yang dapat memicu kerusuhan bernuansa SARA seperti yang terjadi di Tanjungbalai, Sumatera Utara.

"Sebenarnya di Indonesia telah memiliki undang-undang yang mengatur kebebasan berekspresi melalui media sosial seperti yang tertuang dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)," ungkapnya.

Ia mengatakan, menurut undang-undang tersebut setiap transaksi elektronik yang dilakukan para pengguna media sosial harus didasari itikad yang baik sehingga medsos tidak menjadi ajang saling mencela.

"Proses penyebaran paham radikal akhir-akhir ini juga semakin marak dilakukan di media sosial maupun internet karena dunia maya tidak mengenal batas-batas antar wilayah suatu negara," katanya.

Ia mengimbau agar orang tua berperan aktif untuk menjaga anak-anaknya ketika menggunakan internet agar tidak terjerumus radikalisme.

"Pelaku teror bom yang tergolong masih usia remaja mencoba meledakkan diri di Gereja Katolik Stasi Santo Yosep Medan, Sumatera Utara, banyak belajar cara merakit bom dari internet," ujarnya.

Ia mengatakan, Polri sebagai institusi penegakan hukum selalu menyebarkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila sebagai perekat kemajemukan bangsa untuk menangkal paham radikal dan konflik bernuansa SARA.

Pewarta: Kasmono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016