Jakarta (ANTARA News) - Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) mempertanyakan penerbitan Safety Management Certificate (SMC) dan Document of Compliance (DOC) kepada kapal Roro "MV Serasi II" yang diduga tanpa melalui audit terhadap perusahaan maupun kapal yang bersangkutan. "Langkah tersebut merupakan preseden buruk di tengah keseriusan pemerintah menegakkan aturan keselamatan pelayaran dalam upaya mencegah terjadinya kecelakaan di laut," kata Presiden KPI, Hanafi Rustandi, dalam siaran pernya di Jakarta, Senin. Penerbitan sertifikat manajemen keselamatan kapal dan dokumen penyesuaian manajemen perusahaan itu dinilainya sarat rekayasa karena hanya memerlukan waktu empat hari, padahal sesuai prosedur sertifikat itu bisa terbit sekitar empat bulan. Sertifikat sementara manajemen keselamatan (SMC) No. 064/IV/SMC-DKP/2007 yang diberikan kepada MV Serasi II yang dioperasikan PT Toyo Fuji Serasi Indonesia (TFSI) itu ditandatangani oleh Direktur Perkapalan dan Kepelautan Capt. Drs. Abdul Gani, atas nama Dirjen Perhubungan Laut, tertanggal 5 April 2007. Dalam sertifikat sementara yang berlaku sampai 4 September 2007 itu disebutkan bahwa MV Serasi II telah memenuhi ketentuan manajemen keselamatan pelayaran, sedang untuk sistem manajemen keselamatan perusahaan (PT TFSI), Direktur Perkapalan dan Kepelautan mengeluarkan dokumen sementara penyesuaian manajemen keselamatan No.023/IV/DOC-DKP/2007 tertanggal 4 April 2007 yang berlaku sampai 3 September 2007. Penerbitan DOC ini berarti perusahaan telah memenuhi ISM Code (ketentuan internasional tentang Keselamatan Pengoperasian Kapal dan Pencegahan Pencemaran). Dengan dikeluarkannya kedua dokumen dan sertifikat tersebut, menurut Hanafi, kapal Roro Serasi II yang semula tertahan di pelabuhan Tanjung Priok, telah berlayar ke Belawan, Medan, membawa ratusan mobil produk sebuah ATPM. "Tapi, Adpel Belawan Jimmy Nikijuluw Senin pagi telah memeriksa dokumen kapal tersebut," ujar Hanafi, yang mengakui belum mengetahi hasil pemeriksaan di Belawan. MV Serasi I sampai sekarang masih tertahan di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Kapal Roro yang juga dioperasikan PT TFSI itu ditahan karena belum dilengkapi DOC dan SMC sebagaimana ditetapkan oleh konvensi Organisasi Maritim Internasional (IMO) tentang SOLAS (Safety Of Life At Sea). Hanafi menilai penerbitan sertifikat manajemen keselamatan dan dokumen sistem manajemen keselamatan perusahaan pelayaran tersebut gegabah karena hanya dalam empat hari sudah keluar. Banyak kejanggalan dalam penerbitan sertifikat dan dokumen kapal tersebut, karena biasanya sertifikat dan dokumen kapal akan terbit sekitar empat bulan mengingat proses audit memerlukan waktu lama. Dikatakannya, sesuai prosedur sebagaimana dilaksanakan di sejumlah perusahaan pelayaran lainnya, penerbitan sertifikat dan dokumen itu harus didahului dengan audit perusahaan maupun kapal oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) atau inspektur yang ditunjuk oleh Dirjen Perhubungan Laut. Hasil audit ini juga harus ditandatangani oleh nakhoda kapal. Namun, Hanafi menduga BKI atau Ditjen Hubla tidak melakukan audit sebelum sertifikat dan dokumen kapal tersebut diterbitkan. Dugaan ini dikuatkan dengan pengakuan keterangan nakhoda MV Serasi II bahwa dia tidak mengetahui ada kegiatan audit dan juga tidak menandatangani berita acara hasil audit. Dalam DOC juga harus jelas pejabat di perusahaan (DPA ? Destinate Person Ashore) yang bertanggungjawab tentang keselamatan pelayaran. DPA juga mempunyai kewajiban menerbitkan buku manual tentang sistem manajemen keselamatan di kapal. Meskipun Dirjen Perhubungan Laut mempunyai kuasa dalam penerbitan sertifikat sementara, tapi perbedaan waktu hanya satu hari tersebut tidak bisa untuk menerbitkan DOC dan SMC. Penerbitan sertifikat yang cepat semacam ini tanpa audit BKI, kata Hanafi, pernah dilakukan terhadap KM Levina I yang berakibat terbakar habis di perairan Kepulauan Seribu belum lama ini. KPI sangat berkepentingan dengan proses penerbitan sertifikat dan dokumen kapal secara benar, karena bila terjadi penyimpangan akan berakibat fatal yang merugikan pelaut, katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007