Jakarta (ANTARA News) - Baru-baru ini masyarakat internasional menjadi saksi kesuksesan sebuah langkah diplomasi ketika Pemerintah Iran membebaskan 15 pelaut Inggris yang terbukti memasuki perairan Iran secara ilegal. Keputusan Pemerintah Iran tersebut tentu saja disambut gembira oleh Inggris dan pemerintah di seluruh dunia, selain kegembiraan di kalangan keluarga pelaut yang ditahan. Perdana Menteri (PM) Inggris, Tony Blair, juga menyambut baik pembebasan warganya dan menyatakan terima kasih kepada "sahabat dan sekutu kami di kawasan yang memainkan peranan mereka" di tengah laporan-laporan bahwa Suriah dan Qatar membantu proses resolusi perdamaian berkaitan dengan masalah tersebut. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono tanpa terkecuali pun menyambut baik keputusan pemerintah Republik Islam Iran untuk membebaskan 15 warga negara Inggris yang telah ditahan selama sekitar 13 hari karena melanggar wilayah perairan negara tersebut. "Presiden menyambut baik pernyataan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad bahwa dengan membebaskan ke-15 warga Inggris itu akan menunjukkan bahwa Iran bersikap tidak konfrontatif," kata Juru Bicara Kepresidenan RI, Dino Patti Djalal. Ke-15 pelaut Inggris itu ditangkap oleh pasukan elite Iran, Garda Revolusi, pada 23 Maret 2007 di perairan Shatt al-Arab. Iran menuduh mereka telah memasuki perairan Iran secara ilegal dan meminta Inggris meminta maaf sekalipun Inggris membantah tuduhan itu dan mengatakan bahwa pelautnya masih berada di perairan Irak. Namun, di kemudian hari muncul pernyataan dari para personil Angkatan Laut (AL) dan marinir Inggris itu yang mengaku memasuki perairan Iran secara tidak sah dan meminta maaf kepada rakyat Iran. "Kami masuk tanpa izin. Sejak kami ditahan perlakuan terhadap kami bersahabat. Kami sama sekali tidak dianiaya," kata seorang dari mereka, yang bernama Nathan Thomas Summers, dalam sebuah tayangan televisi Iran. "Saya ingin meminta maaf karena memasuki perairan anda tanpa izin. Saya mohon maaf yang mendalam," katanya. Seluruh pelaut itu tampak segar bugar dalam tayangan tersebut. Namun teater diplomasi itu ternyata masih berlanjut karena sekembalinya ke Inggris dengan selamat, para pelaut itu mengubah keterangannya dan mengaku mengalami tekanan psikologis selama dalam tahanan pemerintah Iran. Sebagian dari 15 pelaut dan marinir itu mengatakan bahwa mereka ditutup matanya dan diborgol selama ditahan serta diancam hukuman tujuh tahun karena terbukti melanggar batas wilayah. Versi itu tentu berlawanan dengan gambar yang diperlihatkan televisi Iran sebelumnya ketika para pelaut Inggris itu sedang santai dan bergurau selama ditahan, dan sebagian di antaranya dengan baju olahraga tengah bermain catur. Ali Akbar Javanfekr, jurubicara Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, mengatakan bahwa sangkaan mengenai terjadinya penganiayaan adalah "suatu dusta." "Kami membayangkan bahwa 15 pelaut mendapat tekanan dari dinas keamanan dan intelijen Inggris," katanya sebagaimana dikutip kantor berita AFP. "Karena itu, Presiden Ahmadinejad meminta Perdana Menteri Tony Blair tidak menekan para pelaut jika menceritakan yang sebenarnya, namun permohonan atas nama kemanusiaan ini tidak didengar." Seiring dengan munculnya perubahan versi itu, Kementerian Pertahanan Inggris, melalui suatu langkah yang benar-benar janggal memberikan izin bagi para pelaut itu menjual pengalaman mereka kepada media. Izin itu bukan tidak mungkin akan mengilhami munculnya 15 versi kesaksian mengenai 13 hari para pelaut Inggris itu, di mana bukan tidak mungkin setiap keterangan akan mementahkan penjelasan yang lainnya, yang tentu saja akan melibatkan dunia bisnis. Hal itu kemudian disebut oleh Kolonel Bob Stewart, mantan komandan tentara Inggris, sebagai mengikuti skenario Iran. Saat ditanya televisi BBC mengenai perkiraannya bahwa Iran akan mendapat keuntungan dari hal itu, dia menjelaskan, "Saya pikir mereka akan mengira kita benar-benar marah...dan mungkin saja mereka berpikir, syukur para tahanan itu dibebaskan karena mereka sedang saling menghancurkan tanpa kita lakukan apa-apa." Koran "Sunday Times" juga melaporkan kelompok pelaut dan marinir itu dapat memperoleh 250 ribu poundsterling sedangkan Faye Turney, satu-satunya perempuan di kelompok itu, dapat memperoleh 150 ribu poundsterling. Keuntungan Iran Terlepas dari kontroversi tentang "peristiwa yang sesungguhnya" terjadi dalam 13 hari itu, mantan Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), John Bolton, dalam wawancara dengan jaringan televisi Arab yang didanai AS, Alhurra mengatakan, Iran mendapat kemenangan ganda dalam menyelesaikan krisis politik seputar penahanan 15 pelaut Inggris. "Saya kira, setidaknya, Teheran mendapat kemenangan ganda. Mereka mendapat kemenangan ketika mereka menangkap sandera (15 pelaut Inggris) dan mereka mendapatkan kemenangan ketika membebaskan sandera," kata Bolton di Washington. Bolton mengatakan, Iran sedang menguji bagaimana Inggris merespons penangkapan tersebut. "Saya kira mereka (Iran) telah mendapatkan jawabannya, yakni bahwa Inggris tidak akan merespons dengan keras," ujar Bolton. Belum lagi, jika dalam 13 hari itu pemerintah Iran betul-betul memperlakukan para pelaut Inggris dengan baik maka Iran setidaknya telah memiliki sejumlah orang yang akan menyebarkan niat baik negeri itu karena bukan tidak mungkin para tahanan itu mengalami sindrom Stockhlom. Bagi para penggemar film James Bond, agen rahasia 007 dari Inggris, sindroma Stockholm dikenal dialami oleh tokoh Elektra King --diperankan bintang film Perancis Sophie Marceau-- dalam film "The World is Not Enough", yang bersimpati pada penculiknya. Para psikolog mengidentifikasikan sindrom Stockholm sebagai peristiwa di mana korban penculikan atau kekerasan bersimpati kepada pelaku. Menurut teori psikoanalisa, itu adalah salah satu bentuk upaya pembelaan diri sang korban. Akan tetapi mengingat layar belum lagi diturunkan maka perubahan pernyataan dari sebagian pelaut itu tentu saja tetap menarik untuk diikuti di tengah berbagai pendapat bahwa mereka terlalu gampang menyerah. Pernyataan Presiden Ahmadinejad dalam pidatonya, Rabu (4/4), mengenai upaya Iran memaafkan para pelaut Inggris dan menyebut pembebasan itu sebagai "hadiah" Iran untuk Inggris juga menyisakan pertanyaan yang lain. "Walaupun Iran berhak menuntut mereka dengan mengikuti cara nabi, ke-15 orang itu diampuni dan kebebasan mereka diberikan sebagai hadiah bagi Inggris," kata Ahmadinejad dalam temu pers di Teheran. Sekalipun membantah adanya `imbalan` di balik keputusan pembebasan 15 pelaut Inggris itu namun Iran dinilai menoreh kemenangan dengan dibukanya akses pada Iran untuk mengetahui warganya ditangkap pasukan AS di Irak beberapa waktu lalu. Pada 11 Januari lalu, tentara AS di Irak dikabarkan telah menahan sejumlah orang Iran, termasuk lima pria di kota Arbil, Irak utara, dan yang dikatakan oleh Washington memiliki hubungan dengan Pengawal Revolusi Iran serta membantu kelompok garis keras Irak. Iran membantah tuduhan itu, seraya menyatakan mereka adalah diplomat dan telah menuntut agar mereka dibebaskan. Teheran juga telah menyatakan masih menunggu jawaban atas permintaanya bagi akses konsuler ke lima orang tersebut. Sementara itu, Washington menyatakan sedang mempertimbangkan permintaan itu, di saat kantor berita Reuters, akhir pekan lalu melaporkan mengenai pengakuan seorang diplomat Iran yang mengalami penyiksaan selama dua bulan dalam tahanan pasukan AS. (*)

Oleh Oleh Gusti Nur Cahya Aryani
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007