Jakarta (ANTARA News) - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai tindak kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) setara dengan pelanggaran HAM berat sehingga perlu dilakukan langkah penyelidikan dan perbaikan yang serius. "Praktik kekerasan di IPDN telah mengarah pada tindakan pelanggaran HAM berat, yakni pelanggaran terhadap hak hidup dan hak untuk tidak disiksa," kata Koordinator Badan Pengurus Kontras, Usman Hamid di Jakarta, Selasa. Tindak kekerasan di IPDN, kata Usman, telah mencapai titik yang serius karena terjadi dengan pola yang secara tidak langsung dilegalkan secara sistemik. Hal itu menjadi lebih parah, karena kekerasan justru terjadi di lembaga pendidikan sipil yang seharusnya memajukan tujuan pendidikan yang mulia dengan menyediakan pemimpin pemerintahan yang profesional, demokratis, dan bewawasan kenegarawanan. Penyimpangan perilaku para praja di IPDN, menurut Usman, tidak hanya disebabkan karena lemahnya kontrol dari penyelenggara pendidikan di kampus tersebut. Penyimpangan juga disebabkan kesalahan sistematis yang dilakukan pemerintah dengan membiarkan IPDN menyelenggarakan pendidikan setara S1 atau diploma, tidak sesuai dengan ketentuan UU Pendidikan Nasional yang menegaskan lembaga kedinasan hanya diperbolehkan memberikan pelatihan tambahan. Sementara itu, Kepala Divisi Pembelaan Hukum Kontras, Abusaid Pelu, mengatakan bahwa sudah saatnya pemerintah dan penyelenggara pendidikan di IPDN membuka diri terhadap koreksi, termasuk memberikan perlindungan kepada saksi dan korban yang berani membuka fakta kekerasan. Terkait upaya perlindungan saksi dan korban, Abusaid mengatakan pihaknya siap untuk memberikan bantuan hukum kepada berbagai pihak dari IPDN, baik praja, dosen, dan alumni yang berniat memberikan keterangan terkait praktik kekerasan di IPDN. Upaya membungkam saksi dan korban yang hendak memberikan keterangan, menurut Abusaid, adalah bentuk pelanggan hukum. Terkait kebijakan pemerintah untuk menghentikan sementara penerimaan praja baru di IPDN, Usman Hamid menilai hal tersebut sebagai upaya perbaikan yang belum tuntas. Menurut Usman, evalusi harus dilakukan secara menyeluruh terhadap sistem pendidikan, serta melakukan pengawasan intensif terhadap pelaksanaan evaluasi tersebut selama jangka waktu yang jelas. "Kesalahan terutama ada pada sistem," katanya menambahkan. Selain itu, menurut dia, kepolisian harus segara melakukan langkah nyata untuk mengusut pelaku tindak kekerasan dan meminta tanggungjawab unsur pimpinan IPDN. Selama proses pengusutan berlangsung, katanya, pemerintah harus memberikan jaminan perlindungan terhadap saksi dan korban yang mengungkap fakta atas kekerasan yang pernah terjadi di IPDN. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007