Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri RI Hassan Wirajuda mengatakan kunjungan Menlu Maroko Mohammed Benaissa ke Indonesia terkait dengan permasalahan penyelesaian Sahara Barat. "Menlu Maroko datang untuk kunjungan terbatas berkaitan dengan masalah yang menjadi kepentingan utamanya yaitu penyelesaian masalah Sahara Barat," kata Menlu RI kepada wartawan seusai menerima Menlu Maroko di Gedung Departemen Luar Negeri RI Jakarta, Selasa. Sejak Spanyol meninggalkan Sahara Barat pada tahun 70-an Maroko telah mengklaim daerah itu secara historis sebagai bagian dari wilayahnya karena menurut Maroko sebelum pemerintah kolonial Spanyol menduduki Maroko wilayah itu adalah bagian dari kerajaan Maroko lama, kata Menlu. "Pada pihak lain rakyat dari Sahara Barat yang diwakili oleh Polisario menuntut kemerdekaan karena itu ada proses selama ini yang ditangani oleh PBB, sebab Sahara Barat seperti Timor-Timor dan sejumlah wilayah lainnya termasuk dalam daftar wilayah yang belum berpemerintahan sendiri," ujarnya. Namun, lanjut Menlu, ketika pada tahun 90-an pemerintah RI berjuang untuk otonomi khusus bagi Timor-Timor, Maroko sebetulnya lebih dahulu setuju untuk referandum di Sahara Barat. "Oleh karena itu ditugaskan satu misi PBB disebut Minurso, misi PBB untuk referendum di Sahara Barat tapi kemudian tidak jadi dilaksanakan, karena adanya sengketa tentang siapa yang boleh ikut atau tidak boleh ikut, masalah pendaftaran. Dengan kata lain sejak tahun 90-an kurang lebih 15 tahun tidak ada perkembangan (di wilayah itu)," katanya. Menurut Menlu, permasalahnnya kini adalah mandat Minurso habis pada bulan April 2007 karena itu PBB akan mendiskusikannya kembali. "Dan dalam kesempatan pengakhiran mandat ini Maroko ingin tampil dengan konsep penyelesaian masalah Sahara Barat yaitu otonomi. Jadi kalau kita lihat sejarah Maroko dengan kita terbalik prosesnya," ujarnya. Dalam kesempatan itu Menlu Hassan tidak mengungkapkan apakah ada permintaan dari Menlu Maroko untuk nasehat atau masukan dari Pemerintah RI atau terkait dengan posisi Indonesia di DK PBB.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007