Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan yang menjadi terdakwa kasus korupsi, Rokhmin Dahuri meminta agar sistem APBN diubah agar kasus dana non budjeter di departemen tidak terjadi. Pengumpulan dana non budjeter itu terjadi karena sistem APBN terlalu kaku (rigid) sehingga menyulitkan para menteri dalam menggunakan dana untuk keperluan sehari-hari, katanya di Mabes Polri, Jakarta, Rabu. Rokhmin ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Rutan Mabes Polri terkait kasus pengumpulan dana non budjeter di Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp11,516 miliar. Ia menyatakan, sistem APBN saat ini tidak memungkinan menteri mengeluarkan dana dengan cepat untuk satu program karena harus menunggu satu tahun lagi. "Kalau sekarang ini terjadi bencana, masa kita tunggu tahun depan untuk membantunya. Dana untuk membantunya, ya kita ambilkan dana seperti itu (dana non budjeter)," katanya. Saat bertemu dengan para nelayan dan petani perikanan, ia sering memberikan bantuan setelah mendengar adanya musibah gagal panen atau ada nelayan yang terkena musibah di laut. "Masa saat kita ada temu wicara terus mereka (nelayan) minta sumbangan, lantas tidak kita kasih," katanya. Kasus yang sama akan terjadi jika ia menerima permohonan bantuan dana dari pesantren, gereja, lokakarya dan kegiatan lainnya. Jika dalam memberikan bantuan itu, katanya, harus melalui APBN maka sudah tidak tepat waktunya maka jalan yang ditempuh adalah dengan dana non budjeter. "Dana yang kita kumpulkan itu 80 persen untuk nelayan dan selebihnya untuk politisi dan lainnya," katanya. Ia menegaskan, semua departemen tanpa kecuali baik di masa lalu maupun saat ini memiliki dana non budjeter. "Semua departemen ada. Kenapa saya saja yang seperti ini," katanya menegaskan. Kalau memang ada niat korupsi, katanya, dana-dana itu seharusnya tidak perlu dicatat dalam pembukuan, padahal faktanya adalah semua tercatat di Sekretariat Jenderal Departemen Kelautan dan Perikanan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007