Jakarta (ANTARA News) - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis, menggelar sidang perdana pemeriksaan permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana korupsi proyek Export Oriented (Exor) I Pertamina Balongan, Tabrani Ismail. Pada sidang pertama itu, kuasa hukum Tabrani, OC Kaligis, membacakan permohonan PK yang memuat delapan bukti baru (novum). Di antara novum yang diajukan adalah neraca laba-rugi Pertamina Unit Pengolahan IV Balongan kurun Januari hingga Desember 2000 yang sudah diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan untung bersih perusahaan per Oktober 2000. Selain itu, pihak Tabrani juga mengajukan novum berupa surat-surat, antara lain surat Jaksa Agung pada Presiden tertanggal 21 Mei 1999 dan surat Radius Prawiro kepada Tabrani tertanggal 2 Agustus 2003. Dalam permohonannya, OC Kaligis menyatakan, kerugian negara yang didakwakan kepada Tabrani masih berupa estimasi, dan bukan kerugian yang nyata. Kaligis juga menyatakan, proyek pipanisasi Balongan sebenarnya menguntungkan Pertamina karena perusahaan itu tidak perlu lagi menggunakan kapal untuk mengangkut minyak mentah. Untuk memperkuat dalilnya itu, Kaligis mengatakan, pada sidang berikutnya, 19 April 2007, pihaknya akan mengajukan saksi ahli Suyatna, dari BPKP. Di tingkat kasasi, MA menjatuhkan vonis enam tahun penjara dan hukuman denda Rp30 juta subsider tiga bulan kurungan serta membayar ganti kerugian negara sebesar 189,58 juta dolar AS kepada Tabrani. Sedangkan pada pengadilan tingkat pertama, Tabrani dibebaskan oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat karena dinilai tidak terbukti melakukan korupsi dan merugikan keuangan negara sebesar 189,58 juta dollar AS. Direktur Pengolahan Pertamina itu sempat dinyatakan buron sejak 18 September 2006. Namun, ia tertangkap di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, pada 14 Februari 2007. Vonis kasasi MA menyatakan Tabrani telah terbukti merugikan keuangan negara sebesar 189,58 juta dolar AS, karena uang yang digunakan untuk melaksanakan proyek Exor I Balongan adalah pinjaman yang harus dibayar oleh negara. Dana dalam proyek Balongan berasal dari Java Investment Company, sebuah perusahaan patungan dari beberapa perusahaan dagang di Jepang. MA menilai, meski bukan dana APBN, dana tersebut adalah pinjaman yang harus dibayar oleh negara. Dalam putusan kasasi MA, Tabrani dinyatakan bersalah telah menyalahgunakan kewenangan untuk menentukan nilai proyek Exor I Pertamina di Balongan. Tabrani yang diangkat sebagai Direktur Pengolahan Pertamina tahun 1988 telah memerintahkan secara lisan kepada Kepala Divisi Perencanaan dan Pengembangan Pertamina Sudrajat PK agar membuat estimasi dan evaluasi ekonomi proyek Exor I Balongan. Estimasi pertama adalah estimasi pelaksanaan proyek Exor I tahun 1989 senilai 1,468 miliar dollar AS dan estimasi untuk tahun 1992 senilai 1,651 miliar dollar AS.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007