Jakarta (ANTARA News) - Panglima Komando Armada Barat (Koarmabar) Laksamana Muda Muryono mengemukakan, tingkat kejahatan laut di sepanjang Selat Malaka makin berkurang, sementara Indonesia terus berupaya mengamankan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia itu bersama Malaysia dan Singapura. "Dibandingkan beberapa tahun silam, tingkat kejahatan laut di sepanjang Selat Malaka saat ini semakin berkurang jauh," katanya, kepada wartawan di Jakarta, Kamis. Muryono mengatakan, pada 2005 tercatat 38 kasus perompakan, pada 2006 berkurang drastis menjadi dua kasus dan pada 2007 belum ditemukan kejahatan laut yang berpengaruh bagi pelayaran sejumlah kapal dagang dan militer yang melintas di selat sepanjang 500 mil itu. "Kalau pun ada kejahatan laut, seperti perompakan. Itu skala kecil dan tidak berpengaruh terhadap pelayaran di selat terpadat di dunia itu," ujarnya. Muryono mencontohkan, perompakan yang terjadi atas KM Camar-29 yang di perairan Belawan yang terjadi Rabu (11/4) malam dan berhasil digagalkan oleh KRI Memet Sastrawirya-380 dari jajaran Koarmabar. "Perompakan terhadap kapal berbendera Indonesia oleh empat orang asal Langsa, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) itu sama sekali tidak berdampak bagi pelayaran internasional di Selat Malaka dan tidak masuk dalam daftar International Maritime Beurau (IMB)," tuturnya. Muryono mengatakan, Indonesia berupaya maksimal untuk dapat mengamankan Selat Malaka bersama dua negara pantai lainnya, yakni Malaysia dan Singapura melalui kerjasama patroli terkoordinasi "Malsindo". Indonesia, tambah dia, juga ingin citra bahwa wilayah RI di Selat Malaka rawan terhadap kejahatan laut dan membahayakan pelayaran internasional, dapat berubah. "Kita akan terus berupaya untuk mengamankan Selat Malaka, tidak saja di wilayah kita sendiri tetapi juga seluruh wilayah Selat Malaka bersama Malaysia dan Singapura. Kalau tidak, kita akan malu sendiri," ujar Muryono. Selat Malaka yang memiliki panjang 900 km dan lebar 1,2 km merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Tercatat lebih dari 50 ribu kapal melintas setiap tahun yang mengangkut sepertiga nilai perdagangan dunia dan setengah produksi minyak dan gas dunia. Tingkat kejahatan di laut (piracy) seperti perompakan, penculikan, dan gangguan keamanan lain di Selat Malaka tergolong tertinggi di dunia. Dalam kurun waktu Februari - Agustus 2005 di selat Malaka terjadi paling tidak 16 kali perompakan yang menimpa kapal tanker kimia, kapal penarik, kapal pengangkut kapal tanker minyak, kapal serbaguna, kapal barang dan kapal nelayan. Tingginya aktivitas kejahatan laut tersebut telah memunculkan sejumlah gagasan dari negara asing untuk ikut mengamankannya, namun sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan kemampuan diri dan menolak gagasan tersebut untuk menghindarkan kesulitan dikemudian hari.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007