Sumedang (ANTARA News) - Meski anaknya (Cliff Muntu) tewas akibat kekerasan yang dilakukan praja seniornya, kedua orangtua korban, Ny Sherli Rondonuwu dan Noldi Muntu, hanya meminta kepada Polda Jabar dan Polres Sumedang untuk mengungkap kasus kematian tersebut. "Kami memang sangat berduka dan terpukul dengan kematian Cliff Muntu yang diduga akibat tindakan kekerasan praja senior, namun kami hanya minta agar polisi menuntaskan kasus tersebut secara profesional," kata Noldi Muntu dengan nada sedih kepada Kapolda Jabar Irjen Pol Sunarko DA dalam pertemuan dengan Anggota Komisi II DPR dan perwakilan Pemda Sulut di Mapolres Sumedang, di Sumedang, Kamis sore hingga malam. Para pertemuan selama sekitar dua jam sejak pukul 17.20 WIB itu kedua orangtua Cliff Muntu juga memberikan dukungan moril dan apresiasi kepada penyidik untuk memroses kasus tersebut secara tuntas. Atas permintaan itu, Kapolda Jabar mengatakan pihaknya akan menegakkan supremasi hukum tanpa diskriminasi. "Artinya siapa yang bersalah dan terbukti melanggar hukum, akan diproses sesuai hukum yang berlaku tanpa padang bulu," tandas Kapolda. Kunjungan kedua orangtua Cliff Muntu, utusan Pemda Sulut dan sejumlah anggota Komisi II DPR ke Mapolres Sumedang hanya ingin tahu proses penyelidikan dan penyidikan serta memberikan dukungan moril untuk terus mengungkap kasus kekerasan di Kampus "maut" Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) agar kasus serupa tidak terulang lagi. Rombongan yang tiba di Mapolres Sumedang sekitar pukul 17.00 WIB itu dilaporkan tidak menjenguk tujuh mantan praja nindya IPDN yang ditahan sebagai tersangka di sel Mapolres Sumedang. Sementara itu dalam pertemuan tersebut terungkap bahwa Komisi II DPR minta agar Polda Jabar dan jajarannya melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas atas kasus kekerasan yang telah menelan korban tewas di kalangan praja sebanyak 35 orang. Anggota Komisi II DPR juga meminta masukan atas hasil penyelidikan dan penyidikan untuk menjadi bahan usulan guna menetapkan lembaga IPDN itu dibubarkan atau dipertahankan. "Sebelum kami menentukan rekomendasi dan usulan pembubaran IPDN, terlebih dahulu kami minta masukan kepada penyidik Polri yang menangani kasus kekerasan di IPDN itu dilakukan oleh pribadi praja, kelompok praja atau karena sebuah sistem yang melegalkan kekerasan di lingkungan IPDN sebagai tradisi," kata Ketua Komisi II DPR EE Mangindaan. Dalam kesempatan itu anggota dewan juga mendesak agar Polda Jabar segera mengungkap tuntas kasus kekerasan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu di lingkungan IPDN pada periode sebelum kematian Cliff Muntu. Atas permintan itu, Kapolda mengatakan pihaknya sejak peristiwa kematian Cliff Muntu telah membentuk tiga tim penyidik, tim pertama dipimpin AKP Hotben Gultom bertugas mengungkap kasus kematian Cliff Muntu, tim kedua dipimpin Kompol Cahyo untuk mengungkap sindikat penyuntik formalin dan ungkap hasil otopsi dan tim ketiga dipimpin Kompol Roy Hardi bertugas mengungkap kasus kekerasan periode sebelum kematian Cliff Muntu. "Ketiga tim sudah bekerja dengan intensif, bahkan tim pertama sudah menetapkan tujuh tersangka praja IPDN dan tim kedua menetapkan Sopandi sebagai tersangka penyuntik cairan formalin ke tubuh korban. Tim ketiga masih mengumpulkan sejumlah barangbukti dan keterangan saksi, baik orangtua korban maupun mantan Praja," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007