Jakarta (ANTARA News) - Upaya Komisi II DPR RI mendorong pengungkapan kasus-kasus kekerasan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) gagal, karena personel di lembaga pendidikan kedinasan di bawah Depdagri tersebut melancarkan Gerakan Tutup Mulut (GTM) kepada DPR RI maupun pihak lain yang berusaha mengorek kasus kekerasan yang pernah terjadi. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ida Fauziah, dalam "Dialektika Demokrasi" di Press Room DPR/MPR Jakarta, Jumat, menjelaskan bahwa pihaknya telah menurunkan tim ke Jatinangor untuk mendapat data, informasi dan fakta mengenai kasus kekerasan di IPDN yang terakhir telah menewaskan Praja asal Sulawesi Utara, Cliff Muntu. Hal senada dikemukakan Wakil Ketua Komisi II, Priyo Budi Santoso, dan Saytri Asyatri. Jajaran IPDN, mulai dari para pimpinan hingga tingkat praja, melancarkan GTM yang justru memicu Komisi II untuk membentuk tim investigasi, karena upaya biasa yang telah dilakukan dinilai gagal total. Sayuti memastikan bahwa tim investigasi itu tidak akan menggangu proses penyelidikan dan proses penyidikan yang dilakukan kepolisian. Bahkan, tim dari DPR mendorong pengungkapan kasus ini hingga tuntas. Priyo menyatakan, kasus pengusutan terhadap tewasnya Cliff Muntu perlu diajdikan pintu masuk bagi pengusutan semua kasus kekerasan di IPDN. Berdasarkan data dari Bagian Administrasi Keprajaan dan Alumi IPDN yang ditandatangani Kabag Administrasi, Bernard E. Rondonuwu, dan diperoleh Komisi II DPR tercatat bahwa sebanyak 29 praja IPDN telah tewas sejak 1993. Dalam data tidak secara jelas disebutkan apakah mereka meninggal akibat tindak kekerasan. Umumnya, mereka hanya disebutkan meninggal dunia lantaran sakit atau kecelekaan, sekalipun tidak tercatat di mana kecelakaan terjadi. Dari 29 nama, hanya dua kasus yang disebutkan akibat tindak kekerasan, yaitu atas nama Wahyu Hidayat pada 2003, dan Cliff Muntu. Kedua kasus tersebut yang terungkap secara luas ke media massa. Selain itu, IPDN mencatat bahwa Alian asal Kalimantan Barat tewas setelah terjun dari lantai II Wisma Lampung pada 8 Mei 1993. Kemudian, lima praja meninggal dengan lantaran sakit, yaitu Nurman Dian Nur asal Riau tewas pada 12 April 1994, Buang Setyo Budi asal Papua pada 15 Januari 1996, Wahyu Agus Prasetyo asal Jawa Timur pada 3 Mei 1997, dan Muhammad Aminuddin Safei asal Jawa Tengah pada 12 Juli 1999. Erie Rachman asal Jawa Barat tewas akibat tindak kekerasan pada 3 Maret 2000, sedangkan Utari Mustika asal DKI Jakarta tewas akibat kasus aborsi pada 15 Juli 2000, dan Arizal asal Sulawesi Selatan tewas setelah tenggelam pada 25 Juli 2000, dan Teddy Ferederick Hendra asal Maluku juga tewas akibat tenggelam pada 25 Juli 2002. Sementara itu, Obeth Indow asal Papua tewas akibat kecelakaan pada 23 September 2002, Wirman Nurman asal Sulawesi Selatan tewas akibat kecelakaan pada 5 Juli 2002, dan Wahyu Hidayat tewas akibat dipukuli seniornya pada 2 September 2002. Sedangkan, Yusuf Anatatoti (Maluku) meninggal karena sakit pada tahun 2003. Selain itu, Arizal Sadad asal Jawa Tengah tewas akibat kecelakaan pada 8 Januari 2004, Simon Paulinus Tuwok asal Papua tewas pada 7 April 2004, Lusia asal Kalimantan Barat pada 29 Oktober 2004 dan Rivan Alberth Ibo asal Papua tewas akibat kelebihan dosis (overdosis/OD) narkoba pada 16 Nopember 2005. Tujuh praja asal Aceh juga dilaporkan tewas akibat tsunami pada 26 Desember 2004, yaitu Andi Pratama Lisnardi, Asrizal, Sayed Mu`ammar Adhim, Syarifah Khumaira, Norma Zulfia, Siska riana dan Kusnanda. Sedangkan, Enboy Gebze asal Papua tewas tanpa keterangan apa pun, termasuk tanpa keterangan tanggal dan bulan ketika tewas. Data IPDN hanya menyebutkan, Enboy tewas pada 2005 di Rumah Sakit (RS) Al Islam Bandung. Kemudian, Manfred Huby asal Papua tewas akibat sakit liver pada 15 Juni 2006, Juni Riyadin asal Propinsi Lampung tewas dalam kecelakaan di Bandar Lampung pada 31 Oktober 2006, serta Cliff Muntu asal Sulawesi Utara tewas akibat tindak kekerasan pada 2 April 2007. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007