Kuala Lumpur (ANTARA News) - Sebanyak 20 pelajar dari berbagai SMA di negara bagian Victoria, Australia, terpaksa belajar tentang Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia, karena adanya "travel warning" atau larangan bepergian ke Indonesia dari pemerintahan Victoria. "Kami semua, para pelajar, lebih senang belajar tentang Indonesia, terutama bahasa Indonesia dan kebudayaannya di wilayah Indonesia langsung. Tapi karena dilarang pemerintah, terpaksa kami belajar di Kuala Lumpur, Malaysia," kata guru bahasa Indonesia di SMA Swan Hill Victoria, Australia, Lachlan Eason yang juga ketua rombongan program "home stay", 8-14 April 2007, di Kuala Lumpur, Sabtu. Sebanyak 20 pelajar SMA negara bagian Victoria, dari berbagai SMA, belajar tentang Indonesia dan kebudayaannya dengan program" home stay" atau tinggal bersama keluarga dan sekolah Indonesia. Mereka adalah para pelajar yang mengambil mata kuliah bahasa Indonesia. Tapi sayang, akibat travel warning, mereka belajar di Kuala Lumpur, Malaysia dan bukan di Indonesia. Sebelumnya juga, sebanyak 13 guru bahasa Indonesia di sekolah-sekolah Australia terpaksa belajar Bahasa Indonesia dan kebudayaan Indonesia di Kuala Lumpur. "Ini sangat disayangkan sekali. Mengapa mereka belajar Indonesia di Kuala Lumpur, Malaysia. Kenapa tidak di Indonesia. Ini semua karena travel warning akibat jatuhnya pesawat Garuda di Yogyakarta, belum lama ini, yang menyebabkan meninggal beberapa orang Australia dan beberapa aksi teror yang ditujukan kepada warga dan simbol Australia seperti kedutaan," kata Kepala Sekolah Indonesia di Kuala Lumpur, Abdul Jawad. Menurut Abdul Jawad, hal ni sangat disayangkan karena mereka belajar tentang Indonesia namun yang menikmati adalah Malaysia, misalkan, pengeluaran belanja dan lain-lainnya. "Ketika acara perpisahan tadi malam, mereka mampu main angklung, makin jago bahasa Indonesia. Para pelajar Australia senang mengucapkan "Seru" atau "Cape deh", tapi mereka sangat senang belanja di China Town, kawasan wisata belanja di Kuala Lumpur," ungkap dia. Menurut Eason, minat pelajar Australia semakin meningkat setelah ada gempa bumi di Yogyakarta 27 Mei 2006 dan beberapa aksi teror dengan sasaran Australia. "Prioritas pertama adalah bahasa Itali dan kedua adalah bahasa Indonesia yang menjadi pilihan dalam mata pelajaran sekolah-sekolah di Victoria Australia," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007