Yogyakarta (ANTARA News) - Raja Kraton Yogyakarta Hadiningrat dan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, menegaskan bahwa pasar ritel modern, seperti super market dan hypermarket harus diawasi, karena dikhawatirkan mengarah ke bisnis "dumping" menjual produk seharga hingga 35 persen di bawah harga pokok. "Karena itu, saya berharap APPSI bekerjasama dengan Lembaga Ombudsman Swasta membentuk jaringan `trading watch` guna mengawasi kemungkinan terjadi perilaku perdagangan yang tidak sehat," kata Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu di Yogyakarta, Selasa. Ia mengemukakan hal itu saat memberikan sambutan dalam pengukuhan pengurus Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) DIY periode 2006-2011. Menurut HB X, keberadaan pasar ritel modern merupakan sarana penjualan produk yang efektif, dan kebersihan maupun tata ruang yang bagus, nyaman, berudara bersih, serta area parkir yang luas menjadi keunggulan pasar ritel modern, sehingga menarik minat konsumen untuk berbelanja sekaligus berekreasi. "Kondisi itu pula yang menjadikan ritel modern semakin diminati pemasok barang dagangan, dengan menerapkan berbagai `trading term` yang bersifat sepihak," katanya. HB X menilai, serangkaian cara tersebut menempatkan pengusaha pasar ritel modern bisa menekan pemasok dengan potongan harga besar, sehingga dapat menjual barang yang sama dengan harga jauh lebih murah dibanding harga barang sejenis di pasar tradisional. Oleh karena itu, menurut dia, keberadaan pasar ritel modern perlu diawasi untuk menjaga komitmen pasar modern di DIY yang telah bersedia melakukan kemitraan dengan pemasok lokal. "Dengan demikian, diharapkan dapat menjaga praktek `trading term` yang berimbang, sekaligus memenuhi kaidah `win-win solution`," katanya menambahkan. Pengurus DPW APPSI DIY periode 2006-2011 yang dikukuhkan tersebut memiliki Ketua Umum, GKR Pembayun, GRAy Nurma Gupita (Wakil Ketua), Tauhid (Sekretaris), dan Astarina Septani (Bendahara). (*)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007