Namanya juga Kepulauan Riau, wilayahnya yang seluas 252.601 kilometer persegi hanya menyisakan 5 persen daratan dan selebihnya merupakan lautan yang merupakan daerah perbatasan antarnegara, yakni dengan Vietnam dan Kamboja di utara.

Selain itu, berbatasan dengan Singapura dan Malaysia di barat serta Malaysia dan Brunei Darussalam di sebelah timur.

Walau hanya memiliki wilayah daratan yang sempit, Laut Cina Selatan, Selat Malaka, dan Selat Karimata yang mengelilingi Kepulauan Riau menjadikan provinsi ini layak sebagai pusat pertumbuhan ekonomi nasional di masa mendatang.

Bahkan, potensi geografi tersebut telah dimanfaatkan sejak berabad-abad yang lalu ketika kegiatan perdagangan internasional antarkerajaan masih mengandalkan pelayaran sebagai satu-satunya transportasi yang efektif dan Kepulauan Riau merupakan gerbang di sayap barat untuk memasuki kawasan nusantara.

Dengan kondisi seperti itu, ada benarnya juga jika jalur pelayaran dan perdagangan yang sibuk ini merupakan awal dari lahirnya nama Riau, yang diyakini berasal dari kata "riuh" yang berarti ramai.

Festival Bahari
Kegiatan bahari masyarakat di Kepulauan Riau dengan ibu kotanya Tanjungpinang, tidak pernah berhenti. Di sela-sela kesibukan provinsi yang terbentuk pada tahun 2002 dalam mengembangkan beberapa daerah sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Batam, Bintan, dan Karimun melalui kerja sama dengan Pemerintah Singapura, Kepulauan Riau tengah menyambut para pelayar yang ikut dalam Sail Selat Karimata 2016.

Sail Karimata yang dimulai pada bulan Agustus 2016 telah tiba pada puncak penyelenggaraan pada tanggal 15 Oktober di Sukadana, Kalimantan Barat. Namun, rangkaian wisata pelayaran internasional ini belum berakhir karena para peserta peristiwa kemaritiman tersebut, yaitu penjelajah kapal layar dari berbagai negara di seluruh dunia masih dapat menikmati perjalanan mereka di Festival Bahari Kepri (FBK) pada tanggal 20 s.d. 30 Oktober.

Menurut Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Kepri Guntur Sakti, panitia FBK 2016 menyiapkan 15 kegiatan meliputi olah raga bahari seperti "International Tanjungpinang Dragon Boat Race" atau Lomba Perahu Naga.

"Ada juga pameran makanan khas daerah berbahan makanan laut dalam acara Pesta Kuliner Sepuluh Kampung serta berbagai berbagai materi promosi pariwisata Kepri," kata Guntur.

Perahu Naga
Puluhan perahu naga yang berasal dari dalam dan luar negeri berlaga dalam International Dragon Boat Race 2016 di Tanjungpinang yang pembukaannya digelar di Sungai Carang, Jembatan Engku Putri, Tanjungpinang, Jumat (21/10).

Saat membuka Lomba Perahu Naga Internasional tersebut, Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata I Gde Pitana mengatakan bahwa kegiatan tersebut merupakan cara terbaik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pariwisata.

Berbagai penelitian menyebutkan, mulai 2018 pariwisata akan menjadi penghasil devisa terbesar suatu negara dan mengalahkan sektor lain.

Sementara itu, Tanjungpinang dianggap sangat potensial menjadi pintu masuk bagian barat Indonesia dalam dunia pariwisata.

"Kami yakin Dragon Boat Race mampu mengangkat Tanjungpinang sebagai tujuan pariwisata karena mempunyai potensi besar dari sisi alam, budaya, dan kreativitas sumber daya manusia, serta kedekatan dengan pasar Singapura dan Malaysia yang juga menjadi faktor yang sangat menguntungkan," katanya.

Kepada para peserta dari luar negeri, Pitana, memberikan apresiasi yang besar kepada mereka dan berpesan bahwa olahraga tidak sekadar untuk berlaga mencari pemenang, tetapi dapat memperkuat hubungan persahabatan dan kerja sama antarbangsa.

Acara yang melibatkan sedikitnya 400 peserta dari luar negeri, termasuk Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura, serta ratusan dari berbagai provinsi di Indonesia itu dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut, 21 s.d. 23 Oktober 2016.

Wali Kota Tanjungpinang Lis Darmansyah mengatakan bahwa lomba itu digelar di Sungai Carang yang memiliki sejarah panjang dalam budaya Melayu.

Sungai itu merupakan aset Kota Tanjungpinang yang ditegaskannya harus dipelihara dan dimanfaatkan agar bisa memberikan sumbangsih bagi masyarakat Tanjungpinang, khususnya melalui pariwisata.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Kepulauan Riau Arif Fadillah mengatakan bahwa "Dragon Boat Race" telah mengilhami beberapa daerah di Indonesia untuk melaksanakan lomba perahu naga.

Bahkan, kata dia, di Republik Ceko, "Dragon Boat Race" juga digelar sejak 2009 untuk memperebutkan "Tanjungpinang Cup".

Arif menjelaskan bahwa Pemerintah Kota Tanjungpinang menghadiahkan dua perahu naga yang diberi nama Gurindam dan Pantun beberapa tahun lalu kepada pemerintah Republik Ceko. "Ini melahirkan varian baru lomba perahu naga," ujarnya.

Arif berharap "Dragon Boat Race" menyemangati daerah lain di Kepri untuk merintis kegiatan olahraga bahari yang merupakan daya tarik pariwisata.

"Dragon Boat Race tidak saja untuk pariwisata, tetapi melestarikan budaya yang telah berkembang sejak nenek moyang. Oleh karena itu, kegiatan ini harus dikemas lebih menarik agar makin diminati wisatawan," katanya.

Bagi para pengunjung yang menyenangi pertunjukan seni dan budaya lokal, panitia festival telah menyiapkan panggung penyair, parade mobil hias, pawai budaya, "Sound from Motherland of Malay", parade kapal hias Sei Carang, dan Karnaval Kepri.

FBK juga akan diriuhkan dengan pertunjukan udara "fly pass" (terbang melintas) dari pesawat tempur Hawk 100/200 TNI AU, paramotor TNI AU, "Sky Lantern" (pesta lentera) dan "Diplomatic Tour" (wisata diplomatik) .

Dengan kemeriahan festival bahari ini, pemerintah dan masyarakat berharap Kepri dapat menjadi Pintu Gerbang Wisata Bahari Indonesia.

Kesiapan
Bagi Kepri menjadi gerbang wisata bahari dari negara Kepulauan terbesar di dunia tinggal beberapa langkah saja. Pasalnya, saat ini provinsi berpenduduk 1.9 juta jiwa ini sangat mudah dijangkau melalui lima bandara internasional.

Di Batam, salah satu kota yang ekonominya tumbuh pesat dan berjarak relatif sangat dekat dengan Singapura dan Malaysia memiliki Bandara Internasional Hang Nadim, yang landasannya terpanjang di kawasan Asia Tenggara.

Empat bandara kelas dunia lainnya adalah Bandara Raja Haji Fisabilillah di Tanjung Pinang, Bandara Sei Bati di Karimun, Bandara Ranai di Natuna, Bandara Dabo di Dabo Singkep (Lingga) dan Bandara Matak di Matak (Kepulauan Anambas).

Sebuah bandara baru akan dibangun di Bintan Utara yang menempati lahan seluas 170 hektare.

Tidak pelak, Kepulauan Riau akan makin riuh, ramai, dan hiruk dengan bisnis, perdagangan, serta kegiatan ekonomi lain dan juga tak ketinggalan wisata bahari.

Oleh Bambang Purwanto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016