Jakarta (ANTARA News) - Lima organisasi kemahasiswaan menggugat kebijakan pendidikan, terutama pendidikan tinggi, dan ketenagakerjaan pemerintah yang mereka nilai salah arah dan tidak sinergi. "Saat ini pendidikan dan ketenagakerjaan berjalan sendiri-sendiri. Tidak ada korelasi antar keduanya," kata Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Goklas Nababan di Jakarta, Selasa. Hal itu dikemukakan Goklas saat menyampaikan pernyataan bersama dengan pimpinan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). Tidak adanya korelasi antara pendidikan dengan ketenagakerjaan, tambah Goklas, terutama dirasakan di tingkat pendidikan tinggi yang menghasilkan lulusan sarjana strata-1 (S1). Karena itu, lanjutnya, tidak mengherankan jika saat ini banyak lulusan perguruan tinggi yang menjadi pengangguran. Data tahun 2005 menunjukkan jumlah pengangguran lulusan universitas mencapai 385.418 orang. "Padahal biaya pendidikan di perguruan tinggi semakin mahal. Bahkan, perguruan tinggi telah terjebak dalam komersialisasi pendidikan," katanya. Ironisnya, tambah Ketua Umum PB HMI Fajar R Zulkarnaen, para elite negara ini terlihat tidak memiliki kepedulian terhadap persoalan itu karena lebih asyik dengan isu-isu kekuasaan. "Para elite lebih sibuk memikirkan peluang dan upaya meneguhkan kekuasaan dibanding memikirkan isu pendidikan dan ketenagakerjaan," katanya. Jika mencermati hubungan pendidikan dengan ketenagakerjaan, kata Ketua Umum GMKI Dedy Rachmadi, terlihat pendidikan di Indonesia masih diarahkan untuk menciptakan tenaga kerja kasar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007