Yogyakarta (ANTARA News) - Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus ikhlas jika dirinya nanti tidak menjadi gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) untuk periode mendatang. "Saya tidak jadi gubernur, warga Yogyakarta harus ikhlas, dan dari Yogya kita bangun Indonesia baru dengan peradaban baru, dan untuk itu dengan ikhlas serta jujur saya ingin mengabdi," katanya di hadapan puluhan ribu warga DIY yang menghadiri "Pisowanan Agung" (kunjungan menghadap raja) di Pagelaran Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Rabu siang. Sultan yang mengenakan baju batik lengan panjang warna coklat gelap dengan didampingi permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas itu mengatakan, jika ada yang berpendapat bahwa dirinya punya orientasi untuk 2009, hal tersebut bukan urusannya. "Itu hanya pendapat orang," katanya. Ia mengatakan, dirinya dalam kehidupan mengalami tiga proses yang berat untuk memutuskannya. "Saya bergulat dan bertanya dengan diri sendiri, serta bertempur dengan diri sendiri," kata dia. Sultan mengatakan, keluarga keraton telah memilih dirinya untuk meneruskan dinasti Mataram dengan nama Hamengku Buwono X. "Saya sadar sebagai sultan tidak boleh melepas pondasi yang sudah dibangun leluhur saya, dan saya harus ikhlas mengabdi kepada rakyat dan bangsa," katanya. Menurut dia, semua Sultan Hamengku Buwono secara spiritual wajib berbicara benar, berfikir benar dan jujur. Untuk itu, kata dia, dirinya harus jujur dan ikhlas mengabdi kepada seluruh rakyat. "Saya paham tentang itu, dan saya harus melakukannya, sekaligus untuk menjaga pondasi yang telah dibangun leluhur saya," kata Sultan HB X. Dengan pergantian dari HB IX ke HB X, menurut Sultan, dirinya harus memiliki kemauan dan melakukan instropeksi diri. "Bagi saya, pengabdian tidak mudah, karena harus didasari keikhlasan dan kejujuran," katanya. Menurut dia, pengabdian adalah untuk memberi, bukan menerima. "Selama proses bertahun-tahun, saya harus menentukan keputusan untuk tetap menjadi gubernur atau tidak," kata Sultan. Ia mengatakan, melalui pergulatan yang berat dirinya mengambil sikap untuk tidak bersedia menjadi gubernur kembali. "Sikap ini sebelumnya sudah saya beritahukan kepada keluarga dan Wakil Gubernur Paku Alam IX," kata dia. Sebab, menurut dirinya, pemimpin itu hanya satu, bukan dua. "Karena itu saya mengambil inisiatif tidak bersedia lagi menjadi gubernur setelah tahun 2008," kata Sultan. Menurutnya, bukan hanya masalah jabatan dan pemerintahan DIY yang perlu dipikirkan, tetapi persoalan yang lebih besar yang dihadapi bangsa ini yang perlu diselesaikan sebagai suatu bentuk konsistensi reformasi. Kata Sultan, sampai hari ini masih banyak kemiskinan, pengangguran dan kebodohan. Padahal dengan reformasi, diharapkan rakyat hidup lebih baik dengan rasa keadilan dan kejujuran. "Itu yang membuat saya prihatin," katanya. Sultan HB X juga mengatakan bangsa ini masih banyak menghadapi persoalan, dan karena itu harus segera keluar dari persoalan tersebut. "Faktanya, setelah hampir 10 tahun saya menjadi gubernur, saya belum bisa berbuat banyak untuk rakyat Yogyakarta. Dengan pilihan saya tidak jadi gubernur lagi, mungkin saya bisa berbuat lebih untuk rakyat," kata dia. Ia mengatakan, komitmennya tidak hanya untuk rakyat Yogyakarta, tetapi juga diabdikan untuk republik ini sesuai pesan almarhum HB IX. "Biarpun saya tidak jadi gubernur, HB X tidak akan hilang. Saya tetap di Yogyakarta dan memihak rakyat serta republik, dan saya tidak mungkin mengkhianatinya, karena saya paham pondasi yang dibangun leluhur saya," kata Sultan. Dikatakan pula bahwa dengan menjadi gubernur, masa pengabdiannya hanya lima tahun, tetapi sebagai sultan pengabdiannya sampai mati. Hadir pada `Pisowanan Agung` itu para bupati dan walikota serta sejumlah anggota Muspida Provinsi DIY. Sebagian warga masyarakat yang hadir mengenakan busana adat jawa.(*)

Pewarta:
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007