Jakarta (ANTARA News) - Undang-Undang Penanaman Modal membuktikan semakin menguatnya pelembagaan neokolonialisme di Indonesia, kata ekonom dan Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Gajah Mada (UGM), Revrisond Baswir. "Mereka yang menyetujui UU Penanaman Modal sama saja setuju untuk memperkuat pelembagaan neokolonialisme di Indonesia," katanya dalam diskusi publik tentang UU Penanaman Modal di Jakarta, Rabu. Menurut Revrisond, argumen yang memperkuat pandangan itu ada tiga. Pertama, UU Penanaman Modal adalah ahistoris karena tidak memperhatikan sejarah Indonesia sebagai negara yang pernah dijajah pihak asing selama berabad-abad. Akibat dari penjajahan tersebut, ujar dia, menyebabkan struktur perekonomian Indonesia menjadi berwatak kolonial yang terindikasi dari beragam hal antara lain dalam kedudukan Jakarta, yang pada masa penjajahan disebut Batavia, terhadap daerah lain di tanah air. "Untuk menghilangkan struktur berwatak kolonialisme itu, maka para pendiri bangsa sepakat untuk menjalankan perekonomian Indonesia berdasarkan prinsip demokrasi ekonomi," katanya. Revrisond memaparkan, alasan kedua adalah para pendukung UU tersebut kurang memahami bahwa mereka sebenarnya mendukung para investor asing secara berlebihan. Ia juga mengatakan, sebenarnya bila memperhatikan produk hukum yang lain, seperti UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN), UU Keuangan Negara, serta UU Minyak dan Gas, maka semakin menunjukkan kuatnya pelembagaan neokolonialisme di Indonesia. Argumen terakhir, lanjut Revrisond, UU Penanaman Modal kemungkinan besar dapat melanggar UUD yang dengan tegas memutuskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Menurut dia, hanya dalam masa kepemimpinan Presiden Soekarno Indonesia berhasil mewujudkan ekonomi merdeka diantaranya melalui pengembangan koperasi dan melakukan nasionalisasi perusahaan asing. "Setelah itu, khususnya pascakrisis moneter, program ekonomi neoliberal dari IMF dan Bank Dunia membuat upaya untuk mewujudkan ekonomi merdeka menjadi tidak berjalan," ujar Revrisond. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007