Jakarta (ANTARA News) - Komisi IV DPR meminta Pemerintah Provinsi Papua lebih berhati-hati untuk memberikan izin pengelolaan perkebunan kelapa sawit seluas 1 juta hektar hanya kepada satu perusahaan perkebunan saja. "Pengelolaan perkebunan kelapa sawit seluas sejuta hektar tak bisa dilakukan oleh satu perusahaan saja. Satu perusahaan maksimum hanya dapat mengelola 200-300 ribu hektar. Makanya pemberian izin tak bisa hanya pada satu perusahaan," kata anggota Komisi IV DPR RI Ishartanto kepada pers di Gedung DPR di Jakarta, Jumat. Pernyataan itu dikemukakan setelah Ishartanto melakukan kunjungan kerja ke Papua pekan lalu bersama Tim Komisi IV DPR yang membidangi Kehutanan dan Perkebunan, Pertanian, Kelautan dan Perikanan, serta Bulog. Dalam kunjungan itu Komisi IV DPR mendapat penjelasan dari Wakil Gubernur Provinsi Papua Alex Hasegem mengenai rencana Pemerintah Proivinsi Papua yang akan melakukan kerjasama dengan investor untuk membuka lahan kebun kelapa sawit baru sebesar 3 juta hektar dalam rangka pembudidayaan energi bio diesel. "Dari segi mendapatkan bibit, memenuhi satu juta hektar saja sudah masalah. Belum lagi manajemen dan tenaga kerja, itu tidak mungkin. Saya khawatir orang yang minta sejuta hektar itu untuk sekedar mengambil kayunya," kata Ishartanto. Menurut dia, berdasarkan pengalaman, selama satu periode penanaman kelapa sawit 300 ribu hektar saja memakan waktu 12 tahun. "Itu pun di daerah yang sudah memiliki infrastruktur yang lengkap," kata Ishartanto. "Saya khawatir ini memang keserakahan dari kelompok perusahaan besar saja. Sebenarnya mereka tidak mampu, tapi hanya ingin menguasai lahan supaya perusahaan lain tidak masuk," kata politikus dari FKB ini. Karena itu, kata Ishartanto, Pemerintah Provinsi Papua perlu mengkaji kembali secara matang izin pengelolaan lahan sawit. "Harus hati-hatilah. Tidak mungkin satu perusahaan bisa mengolah lahan satu juta hektar," katanya.. Dia juga khawatir disain pembangunan kelapa sawit itu seperti bola besar tapi kosong dalamnya. Pengusaha kelapa sawit yang mendapat izin mengelola lahan sejuta hektar bisa saja memanfaatkan izin itu untuk mendapatkan modal dari luar, katanya. "Akibatnya, pengusaha-pengusaha kelapa sawit yang lain, yang mengelola dengan benar akan ikut tercemar karena segelintir ulah pengusaha yang nakal," katanya. Sementara itu Anggota Komisi IV DPR dari FPG Azwar Chesputra juga mengingatkan pembukaan kelapa sawit perlu melibatkan masyarakat setempat, bukan cuma pengusaha besar dari luar Papua saja. "Berdasarkan pengalaman di Riau, pemberian izin pengelolaan sawit cukup luas dan kurang melibatkan masyarakat setempat," ujar Azwar.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007