Bisa jadi, pesta upacara mencukur rambut dan aqiqah bagi bayi lelaki tidak cukup dengan dua ekor kambing disebabkan seluruh anggota keluarga terlibat sehari penuh dari mulai proses pemotongan hingga ritual pembacaan barzanji.

Anggota keluarga besar, para tetangga hingga pengurus mushalla terlibat. Mereka ikut memasak, membawa anggota keluarga - anak hingga saudaranya - tentu saja menjadi urusan dan tanggungan shobil bait atau tuan rumah menyediakan konsumsi plus makan bersama.

Dua ekor kambing aqiqah dirangkaikan dengan upacara potong rambut bagi bayi lelaki sebagaimana disunnahkan dalam Islam tidak cukup. Beruntung, tidak semua anggota keluarga menggemari makan daging kambing. Sehingga tuan rumah tidak terlalu repot. Para juru masak memahami ini, sehingga kekurangan menu makan diatasi dengan memotong puluhan ekor ayam peliharaan yang mudah didapati di sekitar rumah bersangkutan.

Maka, jadilah pesta besar tanpa mengurangi makna sunah dalam ritual pesta qiqah dan cukur rambut bayi. Bentuk acara ritual besar seperti itu sudah berlangsung turun temurun di Pulau Kundur Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. Pulau ini lokasinya berdekatan dengan negara jiran Singapura dan dapat ditempuh dua jam perjalanan dari Pulau Batam menggunakan kapal laut.

Tanpa mengundang warga secara formal, tetangga yang mengetahui tuan rumah akan menyelenggarakan aqiqah dan potong rambut, datang berduyun-duyun. Informasi cukup dari mulut ke mulut.

Sehari sebelum acara dimulai, dua ekor kambing sudah disiapkan di pekarangan rumah nan luas. Suara embek terdengar sepanjang malam. Pagi hari, beberapa orang pria dari mushalla terdekat datang. Mereka kongko atau bercakap-cakap sebentar. Tak lama, pengurus mushalla - H. Yusuf - datang membawa sebilah golok. Ia ditemani beberapa orang, setelah berkomat-kamit membaca doa - lantas menggorok leher kambing satu per satu.

Di lokasi itu, juga terlihat sibuk ibu-ibu menyiapkan tungku dan kayu. Kuali besar dan langseng, tempat menanak nasi, disiapkan. Air bersih dituangkan. Pelepah pisang sebagai tempat daging kambing di hampar di atas tanah. Tak lama, para pemotong daging bekerja menguliti kambing dan memisahkan bagian jeroan dan daging yang layak konsumsi.

Setelah itu, puluhan ekor ayam juga ikut disembelih. Para ibu dari keluarga besar sibuk membersihkan dan menyabuti bulu ayam. Sebentar-sebentar terdengar suara canda para ibu, para janda kampung dan anak-anak berteriak main di sekeliling rumah tuan rumah yang tengah berhajat acara qiqah dan potong rambut.

Bagi warga Pulau Kundur, yang kebanyakan beretnis Jawa, dalam percakapan sehari-hari banyak menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Jawa kadang digunakan antarsesama mereka, tetapi logatnya rada lucu karena aksennya lebih kuat Melayu. Maklum, mereka tak pernah pulang kampung ke Jawa. Begitu juga bagi etnis Padang yang banyak bermukim di situ. Etnis Melayu, sebagai warga pribumi, jumlahnya sedikit. Pulau ini hanya dihuni sekitar 60 ribu jiwa dengan sebagian warganya bertani dan pekerja lepas di Malaysia.

Aqiqah bagi warga
Aqiqah artinya: memotong. Disebut aqiqah, karena dipotongnya leher binatang dengan penyembelihan itu. Ada yang mengatakan bahwa aqiqah adalah nama bagi hewan yang disembelih, dinamakan demikian karena lehernya dipotong. Ada pula yang mengatakan bahwa aqiqah itu asalnya ialah: Rambut yang terdapat pada kepala si bayi ketika ia keluar dari rahim ibu, rambut ini disebut aqiqah, karena ia mesti dicukur.

Aqiqah adalah penyembelihan domba atau kambing untuk bayi yang dilahirkan pada hari ketujuh, 14, atau 21. Jumlahnya dua ekor untuk bayi laki-laki dan seekor untuk bayi perempuan.

Upacara cukuran bagi bayi yang dirangkaikan dengan aqiqah tersebut telah membudaya dalam masyarakat Indonesia, termasuk di Pulau Kundur ini.

Tujuan dari acara tersebut adalah untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam najis. Sementara acara marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengaruniakan seorang anak yang telah lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40 hari.

Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur rambut bayi.

Pada saat itu mulailah para undangan berdoa dan berzanji atau disebut marhaban atau pujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad SAW dan membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang berdoa pada saat itu.

Kebudayaan mencukur rambut bayi ini merupakan suatu nilai yang telah dilakukan secara turun temurun. Kebudayaan, pada dasarnya adalah hasil karya, cipta, rasa, karsa manusia. Kebudayaan mempunyai maksud tersendiri yang berisikan nilai-nilai. Nilai-nilai inilah kemudian mengambil peran dalam setiap langkah manusia untuk membentuk peradaban dan kemajuan umat.

Dalam pelaksanaan aqiqah dan potong rambut, bagi masyarakat Pulau Kundur sudah melekat dan mendarah daging. Tuan rumah tak perlu repot, para tetangga siap mengeluarkan tenaga sambil bersuka ria makan di kediaman tuan rumah.

Mulai bangkit
Pulau Kundur, dalam sejarah Melayu, cukup dikenal. Pulau yang memiliki tiga kecamatan, masuk wilayah Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, dengan ibu kota Tanjungbatu. Luas pulau ini sekitar 1.800 km2. Warga di pulau itu sekitar 60 ribu Kepala Keluarga (KK).

Banyak tokoh Melayu berasal dari pulau ini, seperti mantan Gubernur Kepri, almarhum Muhammad Sani, Huzrin Hood, Suhajar Diantoro dan lain-lain.

Pulau ini pernah mengalami masa kejayaan ketika harga timah masih mahal. Juga ketika ekspor pasir ke Singapura dilakukan besar-besaran dari kawasan tersebut. Termasuk juga kawasan pelacuran yang banyak diminati warga dari negeri jiran Singapura. Banyak hotel kini telah tutup lantaran kapal pesiar tak lagi masuk ke Kundur karena lokalisasinya ditutup pemerintah setempat.

Di Pulau itu, kini sudah berdiri sekolah kepolisian. Beberapa rumah ibadah dari berbagai etnis pun sudah banyak berdiri. Masjid, kelenteng, beberapa rumah penginapan sudah banyak dibangun seiring makin membaiknya ekonomi masyarakat setempat.

Meski sebagian warganya banyak mencari nafkah di Malaysia, tetapi ada di antaranya menggeluti bidang pertanian. Hasil pertanian dipasok ke Batam, sementara buah-buahan dikirim ke Singapura. Khususnya durian tembaga, yang rasanya lezat dan hingga kini tak ada tandingannya.

Tatkala musim durian, banyak warga Singapura mencari durian dari Pulau Kundur. Karena itu, bagi para pedagang, tahu persis minat orang Singapura terhadap buah-buahan ini ketika musimnya telah tiba. Ekonomi Pulau Kundur mulai bergeliat. Dengan didukung keramahan warganya yang multi etnis, tidak heran di Tanjungbatu kini makin banyak pertokoan mulai ramai dibanding beberapa tahun silam.

Untuk memudahkan perjalanan ke Pulau Kundur, kini transportasi ke kawasan itu makin mudah. Kapal feri setiap hari melayani rute Batam - Tanjungbatu, lebih dari dua kali. Kawasan wisata pantainya pun menarik.

Yang jelas, akulturasi budaya di kawasan Pulau Kundur telah membentuk komunitas warga yang ramah, toleran dan mampu mengangkat semangat gotong royong seperti yang diwujudkan dalam acara aqiqah dan potong rambut. 

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016