Berlin (ANTARA News) - Orang Jerman terpaksa harus putar otak, agar tetap bisa bermanja-manja dengan bir kesayangan mereka mulai beberapa bulan mendatang, karena ladang-ladang barli (sejenis gandum untuk membuat bir), makin banyak berganti dengan tanaman bersubsidi besar untuk bahan bakar nabati (biodiesel). "Banyak produsen bir tidak mempunyai pilihan lain kecuali menaikkan harga. Mereka tidak menaikkan harga ketika ada kenaikan Ppn. tiga persen yang berlaku sejak 1 Januari di Jerman, namun untuk masalah ini, mereka tidak punya pilihan lain," kata Kai Schuerholt, juru bicara produsen bir Jerman. Bir di Jerman dikonsumsi dalam jumlah besar, pasarnya sangat bersaing dan harga adalah sangat peka. Di negeri itu bir di gelas ukuran setengah liter hanya tiga euro (sekitar Rp36 ribu) di bar atau rumah makan, harga yang membuat penggemar bir di negara Eropa barat lainnya, sangat iri. Itu sebabnya Jerman terkenal akan "Bier Garten" (taman untuk minum bir)-nya. Konsumsi bir di Jerman tahun lalu rata-rata 111,6 liter per kepala, atau setara dengan 82 juta warga Jerman setiap hari minum bir 0,31 liter. Barli, untuk membuat malt, bahan penting untuk membuat bir, harganya naik dua kali lipat dalam waktu satu tahun, yaitu dari menjadi 200 ke 400 euro per ton. Produsen bir maupun para petani mengatakan panen barli yang sangat sedikit pada 2006 menambah kecenderungan untuk beralih dari barli ke tanaman bahan bakar nabati, seperti minyak biji lobak ("rapeseed"). Jumlah lahan barli di Jerman, susut lima persen dalam satu tahun. Derap bahan bakar nabati tidak tertahankan. Dari 12 juta hektare lahan pertanian di Jerman, dua juta di antaranya sudah digunakan untuk tanaman yang bisa digunakan untuk bahan bakar nabati. "Bahan bakar nabati memonopoli lahan," kata Manfred Weizbauer, kepala federasi penggiling Jerman, yang mengusulkan pemotongan subsidi untuk tanaman bahan bakar nabati. "Pemerintah Jerman harus logis dan tidak lebih mementingkan ketahanan energi dibanding ketahanan pangan," katanya. Dampak Bahan bakar nabati tidak hanya kepada bir, harga roti pun mungkin akan naik 10 persen akibat berkurangnya produksi biji-bijian, sebagaimana diingatkan federasi produsen roti Jerman. Jerman tidak sendirian mengalami implikasi perubahan lahan cocok tanam, meski tidak separah yang dialami Meksiko di mana harga jagung melonjak naik. Federasi penggiling Jerman mengkhawatirkan implikasi perubahan lahan tersebut adalah pelan tapi pasti harga biji-bijian naik. Kebijakan bahan bakar nabati dianjurkan Uni Eropa (UE) yang menginginkan bahan bakar kendaraan paling sedikit mengandung 10 persen bahan bakar "hijau" menjelang 2020. Di sisi lain, Jens Redemacher, kepala divisi biji-bijian federasi petani Jerman, mengemukakan produsen bir juga punya andil atas keadaan itu. "Mereka selama ini meminta harga barli tetap rendah sehingga petani tidak menanamnya lagi karena tidak menguntungkan. Bahan bakar nabati bukan satu-satunya biang keladi," katanya. Industri makanan "hanya perlu terbiasa punya pesaing untuk mendapatkan biji-bijian, khususnya yang akan digunakan untuk bahan bakar nabati," kata Redemacher, seperti dikutip AFP. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007