Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan bahwa industri minyak dan gas bumi (migas) dalam negeri akan fokus pada upaya efisiensi yang berbasis pada hasil produksi.

"Hingga saat ini produksi belum efisien, maka kebijakan migas kedepan yang pertama adalah soal efisiensi produksi," kata Jonan ketika menghadiri diskusi Outlook Migas 2017 di salah satu hotel kawasan Jakarta, Senin.

Alasan berfokus pada efisiensi produksi adalah karena harga migas tidak menentu dan tidak ada yang memiliki takaran untuk menentukan. Selanjutnya, yang kedua adalah migas Indonesia harus belajar lebih menjadi industri kompetitif dan memahami pasar.

Mantan Menteri Perhubungan tersebut juga menyampaikan bahwa berdasarkan data, pada tahun 2016, kapasitas kilang (refinery) pemerintah sebesar 1.169 juta barel. Dan kurun waktu kedepan pemerintah memiliki rencana merevitalisasi kilang yang sudah ada dan juga akan membangun enam kilang baru.

"Kilang baru ini akan dibangun oleh Pertamina dan swasta, jika ingin cari partner ya, bisa dicari atau diatur sendiri, yang penting paham kondisi pasar," kata Jonan.

Jonan juga menjelaskan jika pemerintah, memang sengaja membuka kesempatan perusahaan lain di luar BUMN untuk membangun refinery sendiri. Oleh karena itu, untuk pihak swasta yang akan membangun kilang, pemerintah akan memberikan langsung izin niaga umum dan juga diperbolehkan untuk melakukan ekspor.

"Nanti prosesnya free saja dan diatur sesuai pasar yang ada," tuturnya.

Guna melihat peluang dan tantangan kedepan, pada industri migas, mantan Dirut PT KAI tersebut menekankan terhadap upaya dan hasil eksplorasi harus naik. Selain itu yang terpenting adalah produksinya berbasis efisiensi, sedangkan yang lainnya, ia meminta untuk diberi masukan atau aturan yang layak diperbaiki lagi.

Jonan sempat bercerita bahwa ia membandingkan industri migas dengan perusahaan media sosial, yaitu Facebook. Menurutnya, Facebook didirikan hanya selang 10 tahun setelahnya, pendapatan perusahaan tersebut meningkat drastis dan banyak orang tertarik berinvestasi.

Lain hal dengan migas yang sudah berdiri ratusan tahun sebelum Facebook ada, namun pencapaian periodenya tidak bisa menyamai perusahaan media sosial milik Mark Zuckerberg tersebut. Fakta tersebut menunjukkan bahwa bidang migas di Indonesia, masih belum bisa dibilang kompetitif.

Pewarta: Afut Syafril
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016