Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan (Mendag), Mari Elka Pangestu, menegaskan bahwa tidak ada rencana mencabut larangan ekspor pasir laut yang ditetapkan sejak 2003, terkait penandatanganan perjanjian ekstradisi dengan Singapura pada Jumat (27/4) di Istana Tampak Siring, Bali. "Itu tidak ada kaitannya," ujarnya di Jakarta, Kamis. Menurut dia, keputusan itu harus dirapatkan dulu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam). "Tidak ada," katanya, ketika dimintai keterangan pers mengenai kemungkinan dicabutnya larangan ekspor pasir laut. Awal tahun 2007, Departemen Perdagangan juga menerbitkan larangan ekspor pasir darat terkait penyelamatan lingkungan hidup dari penambangan yang berlebihan. Beberapa waktu lalu, Asosiasi Pengusaha Penambangan dan Pemasaran Pasir Laut Indonesia (AP4LI) meminta larangan ekspor pasir laut dicabut, karena komoditas tersebut masih layak ditambang. Sekretaris Jenderal AP4LI, Erma Hidayat, mengatakan bahwa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 117 tahun 2003 menyebutkan bahwa penghentian ekspor pasir laut merupakan larangan sementara. Larangan itu, menurut dia, dapat ditinjau kembali setelah tersusun program pencegahan kerusakan terhadap pesisir dan pulau-pulau kecil serta telah ada penyelesaian penetapan batas wilayah laut antara Indonesia dan Singapura. Menurut Erma, pihaknya telah mempersiapkan rekomendasi mengenai peninjauan kembali larangan ekspor pasir laut. "Kami sudah membuat studi bagaimana cara mengamankan pasir laut agar bebas dari penyelundupan, pencurian dan penggelapan pajak negara," ujarnya. Selain itu, AP4LI juga menyiapkan cetak biru pengawasan ekspor pasir laut dan perubahan aturan yang tumpang tindih tentang pengawasan serta royalti. Mengenai kekhawatiran dicampurnya pasir darat dengan pasir laut, Erma mengatakan, telah menyiapkan antisipasi pengawasan ekspor bersama pemerintah daerah. Dewan Pakar Bidang Maritim, Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Lumentah, mengatakan aturan penambangan dan ekspor pasir laut selama ini cukup baik. Namun dalam pelaksanaannya terjadi banyak penyimpangan. "Mestinya tidak terjadi pelanggaran karena sistem monitoring kapal angkutnya secara `real time`," katanya. AP4LI menyatakan, telah mempersiapkan sistem yang lebih maju dan bersedia menggratiskan layanannya. Meski meminta larangan ekspor pasir laut, Erma dan Lumentah masing-masing menegaskan, tetap menunggu janji Singapura untuk tidak mengubah garis pangkal batas laut dari pantai alamiahnya setelah melakukan reklamasi pantai. Sejak dihentikannya ekspor pasir laut, menurut Lumentah, Provinsi Kepulauan Riau telah kehilangan separuh dari Pendapatan Asli (PAD) daerahnya. Ekspor pasir laut sebelum 2003 berkisar antara 500 juta hingga satu miliar metrik ton. Pemasukan negara yang hilang akibat pelarangan ekspor pasir laut diperkirakan berkisar antara Rp4 triliun - Rp8 triliun. AP4LI yang beranggotakan 148 pengusaha melakukan penambangan di Kepulauan Riau dan Karawang Utara. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007