Jakarta (ANTARA News) - Skema pembangunan kereta ringan atau light rail transit (LRT) Sumatera Selatan dan Jabodebek sama seperti skema pembangunan Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno-Hatta, yaitu design and build.

Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan, Prasetyo Boeditjahjono, di Jakarta, Jumat mengatakan, skema itu bisa mempercepat target penyelesaian pembangunan proyek itu pada 2019.

"Kalau design and build artinya cepat, kita tidak menunggu sampai desain itu selesai baru dibangun, ini seperti Terminal 3 Soetta," katanya.

Namun, Boeditjahjono mengatakan, pembangunan dengan skema itu berisiko biaya akan membengkak karena akan ada penyesuaian ke depan.

Namun, dia menambahkan, pemerintah tengah merencanakan bekerja sama dengan sejumlah lembaga pembiayaan, seperti Danareksa, PT Sarana Multi Infrastruktur dan Indonesia Infrastructure Finance untuk menalangi kebutuhan pendanaan.

Berdasarkan Perpres 55/2016 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 116/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit di Provinsi Sumatera Selatan. 

Juga Perpres 65/2016 Tentang Perubahan atas Perpes Nomor 98/2015 Tentang Percepatan Penyelenggara Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, pembiayaan proyek LRT masih bersumber dari APBN.

"Selama dalam Perpres itu oleh APBN, maka sampai saat ini masih dengan APBN dan belum ada rencana skema pembiayaan availability payment, karena itu khan investasi," katanya.

Adapun, lanjut dia, pembiayaan saat ini masih dibebankan kepada kontraktor, yaitu PT Adhi Karya untuk LRT Jabodebek dan PT Waskita Karya (LRT Sumatera Selatan).

Untuk itu, Boeditjahjono mengatakan, pemerintah akan mengganti biaya tersebut secara bertahap minimal 10 tahun yang saat ini tengah dibahas dengan Kementerian Keuangan.

Sejauh ini, dia menuturkan, perkembangan pembangunan LRT Jabodebek sudah mencapai delapan persen, sementara LRT Sumatera Selatan sudah 30 persen.

"Berarti mereka 'nombok', hitung saja Jabodebek total Rp20 triliun delapan persennya berapa, kemudian LRT Sumsel Rp12 triliun 30 persen ya berapa, tentu menganggu ke arus kas perusahaan," katanya.

Saat ini, dia mengatakan, juga telah merekrut tenaga konsultan untuk supervisi pengerjaan proyek LRT tersebut.

Sementara itu, Deputi Bidang Usaha Konstruksi Kementerian BUMN, Pontas Tambunan, menjelaskan pihaknya masih membahas skema pendanaan proyek LRT itu. "Minggu depan akan dibahas lagi karena akan melibatkan Kementerian Keuangan," katanya.

Pewarta: Juwita Rahayu
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2017