Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertanian mengungkapkan, saat ini di dalam negeri terdapat kekurangan vaksin flu burung (Avian Influenza/AI) untuk unggas lebih dari 500 juta dosis. Dirjen Peternakan Deptan, Mathur Riady, di Jakarta, Minggu, menyatakan, dari 600 juta dosis vaksin AI yang dibutuhkan, jumlah ketersediaan di dalam negeri pada 2007 baru sebanyak 60 juta dosis. "Oleh karena itu masih terdapat kekurangan vaksin AI untuk unggas sekitar 540 juta dosis," katanya. Selain dari dalam negeri, Indonesia juga mendapatkan bantuan vaksin AI dari Cina dan Bank Dunia sebanyak 93 juta dosis. Dia mengatakan, saat ini jumlah unggas ayam di sektor IV atau peternakan rakyat mencapai 370 juta ekor. Jika setiap ekor ayam harus divaksin sebanyak dua kali, menurut dia, maka vaksin AI yang dibutuhkan mencapai 700 juta dosis. Oleh karena jumlah vaksin yang tidak memadai tersebut, maka Deptan menerapkan kebijakan prioritas dalam melakukan vaksinasi terhadap unggas. "Vaksinasi diprioritaskan pada wilayah yang tergolong risiko tinggi terkena flu burung," katanya. Wilayah risiko tinggi tersebut adalah di mana kasus terjangkitnya wabah flu burung pada manusia dan ternak tinggi. Selain itu, menurut dia, vaksinasi juga diterapkan dari pulau ke pulau. Pada kesempatan itu Mathur mengakui, upaya vaksinasi AI pada unggas bukan merupakan tindakan yang efisien untuk menanggulangi wabah flu burung. Selain biayanya cukup besar, lanjutnya, setelah tiga bulan sejak dilakukannya vaksinasi meskipun tidak ada kasus flu burung namun kawasan tersebut belum bisa dinyatakan bebas AI. Cara yang lebih efektif untuk menanggulangi wabah flu burung menurut dia yakni dengan pemusnahan massal atau "stamping out" terhadap unggas yang terkena virus AI. "Dengan 'stamping out' setelah tiga bulan tidak ad kasus flu burung maka daerah tersebut bisa dinyatakan bebas AI," katanya. Beberapa negara, seperti Thailand dan Vietnam yang melakukan kebijakan "stamping out" kini telah dinyatakan bebas flu burung, sedangkan Indonesia belum bisa mengklaim sebagai bebas AI. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007