Banjarmasin (ANTARA News) - Dosen Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Inu Kencana, menilai bahwa pengangkatan siswa IPDN menjadi Pengawai Negeri Sipil (PNS) dinilai terlalu cepat, sehingga membuat para siswa yang diajarnya menjadi kurang serius. Hal tersebut disampaikan pria yang namanya kembali mencuat setelah berhasil membongkar tindak kekerasan di IPDN yang berakibat tewasnya seorang praja, Clif Muntu, di Banjarmasin, Senin. Pemberian fasilitas terhadap para paraja IPDN berupa yang langsung diangkat menjadi Calon Pengawai Negeri Sipil (CPNS) saat belajar, membuat pihaknya sulit untuk melakukan pembinaan, sehingga kecendurangan untuk melakukan pembangkangan cukup besar. Misalnya saja, tambah ayah tiga anak itu, saat belajar tidak sedikit praja yang tidak membawa pena maupun buku, saat ditanya mereka menjawab meniru apa yang dilakukan seniornya. Kenapa praja berlaku demikian?, menurut dia, karena mereka merasa sudah mendapatkan jaminan sebagai PNS, sehingga tidak khawatir lagi dikeluarkan dari sekolah kendati mereka melanggar disiplin. "Saya pikir mereka terlalu cepat diangkat menjadi PNS, masa baru semester dua sudah menjadi CPNS, harusnya setelah selesai sekolah proses pengangkatan baru dilakukan," katanya. Akibatnya, bila mereka melanggar kedisiplinan di sekolah hingga dikeluarkan, status PNSnya tetap melekat sehingga mereka tetap bisa bekerja di pemerintahan. Kedatangan Inu Kencana ke Banjarmasin, atas undangan media Banjarmasin Post Group tersebut,tampaknya mendapat sambutan cukup antusias dari masyarakat Kalsel. Terbukti, sejak dibuka pendaftaran, masyarakat langsung menyerbu untuk ikut dalam acara dialog bersama Inu Kencana, dosen yang dikenal sangat pemberani itu. Inu secara terbuka mengungkapkan tentang apa yang terjadi di kampus yang bertugas mencetak calon-calon pemimpin pemerintahan tersebut. Diceritakannya, suatu ketika di kampus terdapat seorang praja wanita yang berbuat tidak senonoh dengan praja pria, kemudian dia mencoba memperkarakan persoalan itu, yang terjadi justru seorang pengurus wanita menyatakan, agar masalah tersebut tidak terlalu dibesar-besarkan. "Setelah beberapa waktu kemudian, ternyata pengurus wanita yang menghentikan kasus itu, sama nakalnya dengan praja yang berbuat tidak senonoh tersebut," katanya, disambut ketawa para peserta. Hal tersebut merupakan segelintir contoh tentang kondisi IPDN yang kini namanya selalu identik dengan tindak kekerasan dan pembunuhan, katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007