Pekanbaru (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Riau mengungkapkan masih ada tujuh anak penghuni panti ilegal Tunas Bangsa yang belum berhasil ditemukan dan diselamatkan dari pengelola.

"Saya dapat info penghuni Panti asuhan Tunas Bangsa menampung 12 anak awalnya, namun saat proses evakuasi hanya ada dua, kemudian didapati lagi tiga saat penggerebekan ke Panti Jalan Cemara sehingga totalnya lima kini," kata Ketua LPA Riau Ester Yuliani di Pekanbaru saat mendampingi Kak Seto berjumpa anak-anak korban panti ilegal, di Pekanbaru, Selasa.

Menurut Ester jika benar ada 12 awalnya berarti tujuh anak lagi masih belum ditemukan.

Karena itu pihaknya akan terus melakukan pencarian, dan ia berharap adanya kerja sama tim dalam hal ini semua pihak baik Dinsos, LPA, kepolisian, maupun masyarakat untuk mencari informasi dimana keberadaan anak-anak ini.

"Walau saya kecewa tidak diberitahu terkait proses kelanjutan pencarian anak ini, namun dari laporan Dinsos anak yang ada itu lima sekarang mereka sudah di rumah aman, sedangkan tujuh lagi dalam pencarian kita," terang Ester lagi.

Ester lebih lanjut menjelaskan saat ini anak-anak tersebut tetap dalam pengawasan LPA. Kondisinya sejauh ini sehat, walau secara psikologi belum bisa dipastikan sebab belum dilakukan pengecekan.

"Kondisi anak-anak ini masih diamankan, belum diperiksa psikologinya dalam dekat kita akan memeriksakan mereka," janji Ester.

Selanjutnya akan didata dan ditelisik siapa keluarganya. Jika tidak ada maka anak-anak ini akan menghuni panti yang ada di Dinsos.

"Jika mereka sudah sehat nanti anak-anak ini akan dipindahkan ke penitipan anak milik Dinsos, kalau ada orangtuanya atau keluarganya maka bisa dikembalikan kepada mereka," tegasnya.

Di sisi lain Kepala UPT Panti Bina Laras Fauzi Atan, mengakui pihaknya saat ini sudah bekerja maksimal untuk mengawasi keberadaan panti pascapengalihan dari kabupaten/kota 2016. Namun kejadian kali ini yang menimpa Tunas Bangsa adalah karena kasus tersebut mencuat ke permukaan.

Diakuinya kendala pengawasan tidak ada karena Dinsos sudah memiliki Peksos dan ada di tiap kecamatan ada saksi peksos juga, masalahnya selama ini Tunas Bangsa sudah berhenti beroperasi tidak diperpanjang izinnya.

"Jadi saat ditanya mengapa sekarang hanya mengobati, ini pencegahan dari dulu selalu, hanya karena kasusnya kini mencuat," tegasnya.

Sebelumnya diberitakan Kepolisian Resor Kota Pekanbaru menetapkan pemilik Panti Asuhan Tunas Bangsa Tenayan Raya, Lili Nurhayati (49) sebagai tersangka yang menyebabkan kematian bayi M.Zikli berusia 1 tahun 8 bulan.

"Setelah periksa saksi Senin (30/1) pukul 14.00 siang sampai 21.00 WIB. Malam gelar perkara. Pukul�23.50 ditetapkan tersangka dan Berita acara perkara sampai Selasa dini hari (31/1) Pukul 02.30 WIB," kata Kepala Sub Unit II Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Pekanbaru, IPDA Mimi Wiraswasta.

Dikatakannya tersangka diduga ada melakukan tindakan kekerasan seperti ketika anak tak mau makan maka akan dipukul. Tapi memang saat diperiksa tersangka memberi keterangan berbelit-belit dan dinilai tidak jujur, tapi yang jelas tersangka memang menangani pengasuhan anak-anak secara langsung.

Selain itu, dalam pemeriksaan, polisi juga menanyakan terkait 10 anak lagi yang tidak ditemukan di panti asuhan ketika disegel, tersangka mengatakan telah menyerahkan kepada orangtua masing-masing. Namun ketika para orang tua dihubungi, nomor telepon tak bisa dihubungi.

"Ada di Jawa Timur, Pasaman, tapi setelah kami cek tak ada satu pun nomor itu yang aktif. Sudah lama mati, kalau menurut kami itu bohong," sebutnya.

Kepolisian selanjutnya juga akan memeriksa suami Lili, Agus Hendra dan anaknya A yang diamankan ketika penyegelan panti asuhan pekan lalu. Lili kemudian ditahan karena dikhawatirkan mengaburkan fakta-fakta.

(Baca juga: Kemensos intensifkan akreditasi panti sosial)

Pewarta: Fazar Muhardi/Vera Lusiana
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2017