Jakarta (ANTARA News) - Brigjen (Purn) Prihandono, salah satu tersangka kasus korupsi Mi-17, membantah tudingan dirinya sebagai aktor intelektual dalam kasus dugaan korupsi pembelian empat heli tahun 2002. "Kami ingin mengklarifikasi berita di surat kabar yang menyudutkan klien kami. Padahal tidak seperti itu," kata kuasa hukum Prihandono, Yosef Badeoda, dari Kantor Pengacara Amir Syamsuddin dalam jumpa pers di Jakarta, Senin. Menurut Yosef, kliennya menjabat sebagai Direktur Pelaksana Anggaran Direktorat Jenderal Perencanaan Sistem Pertahanan Departemen Pertahanan (Dirlakgar Ditjen Rensishan Dephan) saat rencana pembelian empat heli Rusia senilai 32 juta dolar AS itu. Ia mengatakan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka terkait penerbitan surat nomor K/205/XII/2002/DJRSH tertanggal 30 Desember 2002 tentang persetujuan penerbitan surat permintaan pembayaran (SPP) untuk kontrak dengan nomor 005/LN/KSAD/KE/2002/AD. Prihandono dianggap melanggar Keppres Nomor 18 tahun 2000, Kepmenhankam Pangab nomor Skep/1254/M/XI/1998 dan surat edaran nomor SE/6/I/2002 tentang proses penyelesaian administrasi atau pembiayaan yang dilakukan secara terpusat di lingkungan Dephan dan TNI yang tidak melampirkan bank garansi. "Memang klien kami tidak dapat melampirkan bank garansi karena bukan lembaga pembiayaan, seperti Depkeu atau KPKN. Tugasnya hanya administrasi agar kontrak berjalan efektif," katanya. Ia menjelaskan, Prihandono mengeluarkan surat perintah pembayaran untuk uang muka pembelian heli dalam bentuk kredit ekspor (L/C) atas beban DIP TA 2002 sebesar 3,24 juta dolar AS (setara Rp28,7 miliar) yang merupakan 10 persen dari angka pembelian heli tersebut. "Terjadi perubahan cara pembayaran yang tidak sesuai kontrak 005/LN/Kasad/KE/2002/AD yaitu kredit ekspor yang dalam transaksinya menjadi telegraphic transfer atau secara tunai. Perubahan itu bukan oleh klien kami melainkan oleh Kantor Perbendaraan dan Kas Negara (KPKN) IV Jakarta," kata dia lagi. Lebih lanjut ia mengatakan, surat perintah pembayaran tersebut dikeluarkan pada 30 Desember 2002, namun uang itu baru dibayarkan ke produsen (Rosoboronexport dari Rusia) oleh PT Swiss Air Industrial Supplies (SAIS) pada 17 Februari 2004. Dalam kasus dugaan korupsi pengadaan heli Mi-17, Tim Koneksitas menetapkan empat tersangka masing-masing mantan Kepala Pusat Keuangan Departemen Pertahanan Tarjani; mantan Kepala Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN) Jakarta VI Marjono, penghubung PT SAIS Andi Kosasih dan mantan Dirlakgar Ditjen Rensishan Brigjen TNI (Purn) Prihandono. Tiga tersangka selain Prihandono itu saat ini telah mendekam dalam tahanan Rutan Kejaksaan Agung, yang oleh kuasa hukum tiga tersangka itu dinilai sebagai diskriminasi terlebih karena mereka menilai Prihandono sebagai daader atau aktor intelektual. Kasus posisi perkara tersebut berawal dari Prihandono selaku Dirlakgar Ditjen Resishan memberikan rekomendasi pada Tarjani selaku Kapuskeu Dephan, untuk menerbitkan surat permintaan pembayaran (SPP) uang muka pengadaan empat heli Mi-17 tanpa dilengkapi garansi bank. Selanjutnya, Tarjani membuat SPP pada Kepala KPKN Jakarta VI Marjono dan masalah kelengkapan garansi bank merupakan tanggungjawab Kapuskeu. Pada Desember 2002, uang muka sebesar 3,24 juta dolar AS diproses dan dicairkan oleh KPKN pada PT SAIS namun hingga saat ini empat helikopter tersebut belum ada dan negara mengalami kerugian.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007