Nanti, ini akan ditelusuri dari asalnya"
Medan (ANTARA News) - Polda Sumatera Utara mengamankan uang senilai Rp434 juta dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kantor Agraria, Tata Ruang, dan Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Deliserdang.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut Kombes Pol Toga Panjaitan di Medan, Senin, mengatakan, dalam OTT pada Jumat (10/2) itu, awalnya ditemukan uang sebesar Rp20 juta yang diminta dari saksi yang mengurus sertifikat tanah.

Uang tersebut diminta tersangka MH, Kepala Seksi Survei, Pengukuran, dan Pemetaan Kantor Agraria, Tata Ruang, dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Deliserdang.

Setelah menemukan uang yang diminta tersebut, pihak kepolisian menggeledah dan menemukan uang dalam laci MH sebanyak Rp52 juta.

Polisi juga menemukan uang lain, termasuk dari dalam mobil milik MH sebanyak Rp63 juta. "Jadi, total uang yang diamankan sebanyak Rp159 juta," katanya.

Setelah menggeledah Kantor ATR/BPN yang berlokasi di Jalan Karya Utama, Lubuk Pakam, polisi menggeledah rumah MH di Jalan Jermal IV, Kecamatan Medan Denai.

Di rumah itu, polisi menemukan uang sebanyak Rp275 juta, termasuk mata uang asing yakni 4.000 ringgit Malaysia dan 7.000 dolar Singapura.

Selain uang, polisi juga menemuka sejumlah sertifikat tanah, empat BPKB sepeda motor, dan enam BPK kendaraan roda empat.

Polisi juga menemukan buku rekening dari Bank Mandiri atas nama Hadi Wijaya yang memuat dana sebanyak Rp1,936 miliar.

"Nanti, ini akan ditelusuri dari asalnya," kata Toga Panjaitan.

Dari OTT tersebut, polisi mengamankan sembilan orang, termasuk Kepala Kantor ATR/BPN Deliserdang Calvyn untuk diperiksa sebagai saksi.

Dari pemeriksaan yang dilakukan, penyidik baru menetapkan satu tersangka yakni MH. "Ditahan satu orang, yang lain masih saksi. Kepala BPN juga masih berstatus saksi. Namun kalau ada bukti keterkaitan, akan ditetapkan sebagai tersangka," katanya didampingi Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Rina Sari Ginting.

Ia menjelaskan, dari penyelidikan dan pemeriksaan yang dilakukan, diketahui modus operandinya dengan memaksa saksi yang mengurus sertifikat tanah untuk menyerahkan uang guna penerbitan tujuh persil peta bidang tanah.

Saksi telah membayar biaya penerbitan sertifikat tersebut sebesar Rp7 juta ke bank yang merupakan biaya resmi.

Namun tersangka meminta lagi uang sebanyak Rp75 juta untuk keperluan diluar aturan. Saksi telah memberikan uang sebanyak Rp30 juta, dan pada hari itu akan menyerahkan uang lagi sebanyak Rp20 juta.

Tersanga akan dikenakan pelanggaran Pasal 12 huruf e UU nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman minimal lima tahun panjara.

Wakapolda Sumut Brigjen Pol Agus Andrianto mengatakan, pihaknya akan mendalami kemungkinan adanya Tindak Pidana Pencucian Uang (TPUU) dalam kasus itu, termasuk dengan ditemukannya buku rekening dan sertifikat di rumah tersangka.

"Semua akan ditelusuri, itu milik korban (pemerasan) atau yang bersangkutan (tersangka)," katanya.

Pewarta: Irwan Arfa
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017