Jakarta (ANTARA News) - Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) tebu menilai kenaikan harga dasar gula yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp100 per kg belum mampu meningkatkan kesejahteraan petani tebu. Hal itu dikatakan Ketua APTRI Arum Sabil di Jakarta, Kamis menanggapi keputusan Departemen Perdagangan menetapkan Harga Dasar Gula (HDG) baru menjadi Rp4.900 per kg atau naik Rp100 per kg dari HDG sebelumnya. "Kenaikan harga dasar gula sebesar Rp100 per kg tidak terlalu signifikan terhadap kesejahteraan petani tebu.Kenaikan itu hanya cukup menambah tiga sendok makan dari sepiring makan yang disantap keluarga petani tebu," katanya melalui sambungan telpon. Sehari sebelumnya sesuai hasil rapat Dewan Gula Indonesia (DGI), Departemen Perdagangan melalui dengan Peraturan Menteri Perdagangan memutuskan untuk menetapkan HDG sebesar Rp4.900/kg berlaku mulai musim giling kali ini yang akan mencapai puncaknya pada Juni-Juli 2007. Tahun lalu, harga dasar gula yang ditetapkan Menteri Perdagangan adalah sebesar Rp 4.800 per kg. Arum Sabil menyatakan, meskipun dinilai kurang ideal dan signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petani tebu rakyat, namun pihaknya mengaku menerima HDG yang baru tersebut. Dengan ketetapan itu, tambahnya, maka pemerintah telah melaksanakan pengamanan harga ditingkat petani maupun konsumen. "Berapapun (kenaikan) yang diputuskan kami menerima, namun kami akan berontak jika harga dasar turun," katanya. Menurut dia, kenaikan harga dasar gula itu belum disosialisasikan secara resmi ke para petani tebu rakyat. Ia mengungkapkan, penetapan harga itu melalui penelitian tim independen, sehingga telah diperhitungkan secara matang untuk melindungi harga gula di tingkat konsumen dan menjaga harga di tingkat petani tebu. Menyinggung harga dasar gula yang ideal untuk petani tebu, dia tidak bersedia mengungkapkan besarannya namun hanya mengatakan saat ini biaya produksi gula meningkat seiring dengan kenaikan BBM tahun lalu. Biaya produksi per hektar, menurutnya, sekitar Rp24 juta per hektar dari tanam sampai panen. Jika dibagi hasil gula per hektar, dengan rendemen di Pulau Jawa 6-7,5 persen maka keuntungan petani saat ini kira-kira Rp5 juta per ha. Data Departemen Pertanian menunjukkan produktivitas kebun tebu saat ini rata-rata 925 kuintal per hektar dengan rendemen sebesar 6,5 persen. Arum mengatakan, kebun tebu milik rakyat saat ini seluas 400.000 ha dengan petani berjumlah 800.000 KK. Menurut dia, kenaikan harga gula nasional berbanding terbalik dengan kondisi harga gula dunia yang cenderung mengalami penurunan. Hal itu, tambahnya, sangat menguntungkan petani karena dilindungi dari serbuan impor gula karena harga gula dunia tidak menunjukkan harga yang sebenarnya ataupun telah terdistorsi. "Dengan harga yang lebih tinggi dibanding harga internasional, maka industri gula dalam negeri akan aman," katanya. Saat ini, harga gula dunia berada pada kisaran 305 dolar AS per ton untuk harga di negara asal dan belum memperhitungkan biaya premium dan pengapalan (freight on board/FOB). Sedangkan untuk harga gula sampai gudang importir di negara tujuan (cost insurance freight/CIF) dipatok sekitar 345-350 dolar AS per ton. Untuk gula putih atau white sugar asal India harganya berkisar antara 330 dolar AS per metrik ton, dan Thailand 340 dolar AS per metrik ton.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007