Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI), Burhanudin Abdullah, mengatakan bahwa perbankan syariah memerlukan sukuk (obligasi syariah) yang segera diterbitkan, agar dapat menyerap dana-dana dari luar negeri, terutama dari Timur Tengah. "Mereka ingin supaya UU obligasi syariah segera diselesaikan, karena dengan cara demikian kita bisa menampung banyak sekali dana yang di dunia saja sekarang ini sedang kelebihan," katanya, kepada wartawan berkenaan dengan pertemuan dengan perbankan syariah di Jakarta, Jumat. Untuk itu, menurut Burhanudin, pihaknya saat ini bersama dengan departeman keungan dan menteri koordinator perekonomian membentuk gugus tugas untuk mengatasi kendala penerbitan sukuk tersebut. Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan bahwa Departemen Keuangan telah siap untuk menerbitkan sukuk tersebut begitu Undang-Undang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN) tersebut disahkan. Sri Mulyani mengatakan bahwa rancangan UU SBSN saat ini tengah berada di DPR. Sementara itu, Ketua Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma`ruf Amin, mengatakan bahwa Indonesia harus segera menerbitkan sukuk bila tidak ingin kehilangan momen untuk menarik dana-dana tersebut. "Kita sudah sangat terlambat dibandingkan negara-negara lain, yang minoritas seperti Singapura, Korea, Jepang, Filipina, dan Malaysia. Untuk itu sukuk perlu segera mungkin diterbitkan," katanya. Ma`ruf Amin mengemukakan, dalam persaingan global saat ini setiap negara berlomba-lomba untuk dapat menarik dana global, terutama dari Timur Tengah untuk pembangunan negaranya. "Mereka melakukan berbagai reformasi untuk sistem dan ikut-serta membuat instrumen syariah karena memiliki potensi menjaring dana dan mengembangkan perekonomian mereka," katanya. Selain itu, menurut dia, dengan adanya instrumen sukuk tersebut maka selain mengembangkan perekonomina syariah juga mengembangkan perekonomian nasional. "Kita dapat menarik dana-dana timur tengah untuk pembangunan selain itu juga dengan adanya instrumen sukuk akan menambah jumlah instrumen syariah yang saat ini masih sedikit," katanya. Ma`ruf Amin menambahkan bahwa instrumen sukuk tersebut lebih diminati para inevestor asing karena ada jaminan dari negara. Senada dengan Amin, pengamat ekonomi syariah Syakir Sula menilai jika Indonesia tidak segera menerbitkan sukuk maka dana-dana Timur Tengah itu semakin susah dijaring. "Dana tersebut mungkin akan ke Singapura, Malaysia, maupun negara-negara lain yang saat ini telah mengambangkan ekonomi syariah," katanya. Untuk itu, menurut Syakir, penerbitan sukuk tersebut seharusnya pada tahun ini. "Bila UU tersebut baru terbit 2008 maka akan sangat terlambat," kata Syakir. Syakir mengatakan bahwa menurut informasi dari pihak di Timur Tengah dana yang menganggur (iddle) saat ini mencapai Rp800 triliun. "Jika kita bisa menarik lima persen atau sepuluh persen saja dana tersebut melalui sukuk maka dapat mendanai pembangunan negeri ini," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007