Oleh Glenda Manahampi Jakarta (ANTARA News) - Hendarman Supandji SH CN mencapai usia 60 pada Januari 2007, saat ia menduduki jabatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) dan Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tim Tastipikor). Setelah mencapai usia 60 tahun, Hendarman meminta wartawan tidak menyebutnya dengan JAM Pidsus melainkan dengan tambahan Pelaksana Tugas JAM Pidsus, karena merasa dirinya telah memasuki masa fungsional. Sejumlah pihak bersiap mengucapkan selamat tinggal pada pria kelahiran Klaten, 6 Januari 1947 itu, mengingat masa kerja jaksa hingga 60 tahun ditambah fungsional selama dua tahun. Sejumlah pejabat Jaksa Agung Muda pun langsung hengkang dari Kantor Kejaksaan Agung begitu usianya memasuki purna bakti adhyaksa. Namun, Hendarman "bertahan" di Kejaksaan Agung terkait posisinya selaku Ketua Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tastipikor) yang masa berlakunya hingga awal Mei 2007 sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11/2005 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2 Mei 2005. Saat menunggu kepastian nasib Tim Tastipikor untuk diperpanjang, dibubarkan atau dihentikan sementara, Kementerian Negara Pemberdayaan Aparatur Negara menanyakan kesediaan Hendarman untuk menjadi anggota panita seleksi (pansel) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait berakhirnya masa tugas Taufiequrrahman Ruki dan kawan-kawan pada Desember 2007 mendatang. Padahal, sebelumnya banyak suara membisikkan bahwa Hendarman sudah "dilirik" untuk duduk sebagai pimpinan KPK. Kepada wartawan, Hendarman mengaku siap untuk terlibat dalam pansel dengan seizin Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Jawaban yang sama ia lontarkan pada awal Mei 2007, menyusul belum adanya kejelasan status Tim Tastipikor. Saat itu, pria yang selalu tampil modis tersebut mengatakan dirinya siap melaksanakan perintah termasuk bila keputusan Presiden adalah memperpanjang masa kerja tim itu. Jumat (4/5) sore, Hendarman yang awalnya berpanjang lebar menjelaskan mengenai kelanjutan Tim Tastipikor tiba-tiba diam seribu bahasa ketika diserbu pertanyaan mengenai "reshuffle" kabinet. Dia langsung bergegas menuju ke Toyota Altis B 1134 QZ, dan meluncur dengan penjagaan sejumlah pengawalnya. Namun, pada 5-6 Mei 2007 yang disebut-sebut "pekan audisi" pembantu presiden, Hendarman hadir sebagai salah satu tamu di kediaman pribadi Presiden Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, pada 5 Mei 2007. Kedatangannya semakin memperjelas dugaan mantan Atase Kejaksaan RI di Bangkok, Thailand, itu akan masuk ke jajaran pembantu presiden dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), menggeser Abdul Rahman Saleh yang duduk di kursi Jaksa Agung sejak Oktober 2004. "Tunggu saja pengumumannya hari Senin," kata Hendarman kepada wartawan, setelah bertemu presiden. Saat itu, para kuli tinta menyerbunya dengan pertanyaan mengenai posisi yang akan dijabatnya, apakah sebagai Jaksa Agung atau Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM). Hendarman mengatakan, dalam pertemuannya dengan Presiden itu disampaikannya kinerja selama menjabat sebagai JAM Pidsus dan Ketua Tim Tastipikor. "Presiden memberi petunjuk, agar saya meneruskan proses penegakan hukum, khususnya pemberantasan korupsi. Presiden meminta dalam melakukan tindakan baik tingkat penyidikan, pengusutan sampai penyelesaian perkara jangan melakukan tindakan yang salah," kata penulis buku berjudul "Meningkatkan Wibawa Peradilan dalam rangka mengurangi Pelecehan Hukum" terbitan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) pada 2000 itu. Ia mengatakan, Presiden juga mengingatkannya, agar dalam penegakan hukum tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah dan jangan sampai menimbulkan masalah baru. Alumni Diponegoro Hendarman menyelesaikan studi hukum di Universitas Diponegoro tahun 1972, lalu mengikuti program Pendidikan dan Pembentukan Jaksa (PPJ). Ia menempati posisi pertamanya di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (1979-1981). Selanjutnya, pria yang sempat mendalami bela diri itu bertugas di Pusat Operasi Intelijen Kejaksaan Agung (1982-1983), pada kurun 1984-1985 ia diperbantukan di Badan Koordinasi Instruksi Presiden untuk masalah narkotika dan pemberantasan uang palsu di BAKIN (Badan Koordinasi Intelijen Negara yang sekarang menjadi Badan Intelijen Negara atau BIN) dan menjabat sebagai Kepala Seksi penanggulangan Pidana Umum pada Intelijen Kejaksaan Agung (1985-1990). Pengalamannya pada masalah narkotika membawa Hendarman menjadi Atase Kejaksaan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Bangkok, Thailand (1990-1995). Kembali ke tanah air, Hendarman masuk Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Kejaksaan Agung (1995-1996), dan selanjutnya ia menjadi Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara (TUN) di Kejati Palembang (1996-1997), Staf khusus Jaksa Agung (1998), Kepala Biro Keuangan Kejaksaan Agung (1998-2002), Kepala Kejati Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sekretaris Jaksa Agung Muda Pengawasan (Ses JAM Was), sebelum diangkat dan dilantik menjadi JAM Pidsus pada 25 April 2005. Spekulasi tentang penunjukkan Hendarman sebagai Jaksa Agung disambut baik banyak pihak. Pakar Hukum Universitas Andalas Padang, Prof Elwi Danil, menilai bahwa Hendarman sebagai sosok sederhana dan jujur yang bisa lebih memberi angin segar bagi upaya penegakkan hukum di tanah air. "Seorang jaksa karir, apalagi Hendarman berpengalaman sebagai Ketua Tim Tastipikor, dinilai satu poin unggulan yang bersangkutan dipilih," kata Elwi Danil kepada ANTARA News di Padang, Minggu. Elwi menilai, sosok Hendarman sebagai figur berpengalaman, dan sulit diintervensi oleh kekuatan luar dalam peneggakan hukum karena beliau seorang jaksa karir. Hendarman, kata dia, merintis profesinya dari awal, satu potensi yang mengakibatkan dirinya sulit "ditunggangi", terutama dalam menghadapi kasus korupsi. Sementara itu, pengacara senior, M. Assegaf, menilai bahwa Hendarman sebagai sosok independen dan profesional yang telah berkecimpung di Kejaksaan dan sebagai orang yang tahu luar-dalam Korps Adhyaksa. Menurut Assegaf, berbeda dengan Abdul Rahman Saleh --praktisi hukum yang saat ini masih menjabat Jaksa Agung-- yang walaupun telah menunjukkan kinerja baik selaku pimpinan Korps Adhyaksa, namun sebagai orang luar, Arman tetap sulit diharapkan untuk mengetahui "borok-borok" di dalam tubuh lembaga yang dipimpinnya itu. "Kalau Hendarman jadi Jaksa Agung, dia tidak akan jadi orang asing di lingkungan Kejaksaan karena dia itu jaksa karier. Ibaratnya, semak belukar yang di dalamnya penuh benalu ya hanya orang dalam yang tahu," kata Assegaf, yang kliennya mantan Dirut PT Pupuk Kaltim, Omay K. Wiraatmadja, menjadi salah satu hasil kerja Tim Tastipikor itu. Penilaian pengacara Pollycarpus itu mungkin ada benarnya, karena Hendarman tercatat pernah menjadi Ses JAM Was, bidang yang menerima laporan atau pengaduan jaksa nakal. Perangi korupsi Tugas belakang meja menerima laporan jaksa nakal beralih sejak Hendarman menjabat sebagai JAM Pidsus, yang menangani kasus khusus, seperti korupsi dan pelanggaran HAM. Tugas penuh risiko itu berada di pundak Hendarman, terlebih setelah ia ditunjuk sebagai Ketua Tim Tastipikor yang diresmikan pada 4 Mei 2005. Dua jabatan, terlebih keberadaan Tim Tastipikor itu merupakan ujung tombak keseriusan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-M. Jusuf Kalla (SBY-JK) dalam pemberantasan korupsi, mulai dari mengendalikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan sesuai ketentuan hukum acara untuk penerapan Undang-Undang (UU) 30/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang diubah menjadi UU 20/2001. Upaya pemberantasan korupsi di lingkungan istana, Sekretariat Negara, Sekretariat Kabinet, empat departemen, dan 16 BUMN itu tercatat dalam laporan akhir kinerja Tim Tastipikor, yaitu 280 kasus dalam berbagai tingkat penanganan (penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan upaya hukum lanjutan) serta pengamanan uang negara sebesar Rp3,95 triliun. Sedangkan, dari Pidsus sepanjang tahun 2006 tercatat penyidikan terhadap 1.758 kasus dengan rincian 921 kasus merupakan sisa tahun 2005 dan 837 kasus baru yang masuk tahun 2006, sementara uang pengganti yang berhasil dieksekusi adalah Rp7,194 triliun. Sepak terjangnya dalam memberantas korupsi itu pastinya membuat sekelompok orang menjadi gerah dan berupaya menghentikan Hendarman. Untuk itu, Hendarman tidak pernah lepas dari pengawalan, tidak seperti JAM Pidsus sebelum dia. Keluar dan masuk Gedung Bundar (Kantor JAM Pidsus) di Kejaksaan Agung, Hendarman tidak lepas dari ajudan dan satu tim pengawal khusus. Tim pengawal itu berkendara secara terpisah dengan Hendarman. Satu tim dalam kendaraan Nissan Terano dan satu orang pengawal yang berkendara dengan kuda besi siap mengawal pria yang memiliki motto "tiada hari tanpa pemberantasan korupsi" itu. Namun, Hendarman masih saja kerap menerima ancaman, seperti yang ia "curhatkan" pada wartawan saat penanganan kasus korupsi Badan Urusan Logistik, sebagaimana yang ia dengar dari hasil rekaman aparat penegak hukum saat menangani kasus yang menyeret mantan Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog, Widjanarko Puspoyo, itu. Sebagai pribadi non-partai politik (parpol), maka Hendarman tampaknya dinilai bebas dari kepentingan politik dan tarik menarik berbagai pihak yang kerap dikhawatirkan dalam penanganan kasus-kasus yang ditangani Kejaksaan. Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Syafii Maarif, yang akrab dengan Hendarman saat bertugas sebagai Kepala Kejati Yogyakarta, menilai bahwa sahabatnya itu adalah pribadi yang lurus dan halus. Bahkan, salah seorang anggota Tim Tastipikor yang enggan disebut namanya mengatakan, "Pak Hendarman itu sosok bersahaja dengan profesionalisme dan integritas yang tidak diragukan lagi." Jaksa tersebut merasa banyak belajar dari Hendarman selama bergabung dalam Tim Tastipikor. "Selama menjadi anggota Tim Tastipikor, itu kelihatan," kata jaksa yang mendampingi Hendarman (mewakili Jaksa Agung RI) dalam kunjungan kerja di Paris, Prancis, beberapa waktu lalu terkait penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) dengan sejumlah negara Eropa dalam bidang pemberantasan terorisme itu. Publik membaca pernyataan Hendarman usai dilantik sebagai Ketua Tim Tastipikor. Kepada Presiden ia mengatakan, "Bapak Presiden, di dalam penegakan hukum, janganlah Bapak berstandar ganda. Bapak jangan hanya menindak mereka yang menjadi musuh-musuh Bapak, tetapi juga harus berani menindak teman, sahabat Bapak, atau saudara-saudara Bapak." "Sebab, jabatan yang Bapak sandang itu tidak lama. Jika Bapak berstandar ganda di dalam penegakan hukum, dan bila suatu hari Bapak jatuh, pasti Bapak akan kena masalah," kata suami Dr. Sri Kusumo Amdani DSA MSc itu. Hendarman meminta komitmen Presiden Yudhoyono dalam pemberantasan korupsi, karena ia tidak ingin setengah-setengah dalam melaksanakan tugas. "Saya tidak mau hanya menjadi bemper. Rakyat Indonesia sudah muak dengan korupsi. Jadi, kalau saya diangkat dan dipilih memimpin Tim Tastipikor ini, saya harus tahu secara pasti apa jaminan Presiden yang telah memilih kami. Saya ini tidak ada beban, 'nothing to lose', karena toh selama ini saya adalah orang yang di kejaksaan," kata kakak kandung Mayjen TNI Hendardji Soepanji, Komandan Pusat Polisi Militer (Dan Puspom) TNI Angkatan Darat (AD), itu. Niat yang tulus dan ingin sungguh-sungguh bekerja memikul tanggung jawab yang diberikan memang sudah menjadi sifat Hendarman yang telah mengabdikan separuh usianya di Korps Adhyaksa. Sebagaimana tertuang dalam pasal 18-19 UU No 16/2004 tentang Kejaksaan RI, Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan. Jaksa Agung adalah pejabat negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Bila akhirnya Presiden Yudhoyono mendaulatnya duduk dalam KIB, maka untuk ketiga kalinya kursi Jaksa Agung diduduki oleh jaksa karier. Tercatat selama ini, baru dua anggota Korps Adhyaksa memimpin Kejaksaan, yaitu Jaksa Agung periode 1990-1998, Singgih SH (kini almarhum), dan Jaksa Agung periode 2001-2004, M.A. Rachman SH. Tentunya, penunjukkan jaksa karir sebagai pimpinan tertinggi di Kejaksaan Agung itu diharap bisa memperbaiki kinerja lembaga yang bertugas dalam penyidikan kasus khusus -korupsi dan pelanggaran HAM- dan penuntutan semua bagi seluruh jenis tindak pidana itu, termasuk pembenahan internal dalam pemperbaiki profesionalisme dan integritas Korps Adhyaksa tersebut. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007