Bogor (ANTARA News) - Ketua Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, menilai bila akhirnya Jaksa Agung, Abdul Rahman Saleh, harus digeser Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan kemudian penggantinya adalah Pelaksana Tugas JAM Pidsus, Hendarman Supandji, sebenarnya tidak ada yang istimewa. "Kalau dalam konteks politisnya tidak ada yang istimewa dari pergantian (reshuffle) itu, karena semua tahu itu hak prerogatif presiden, namun dari sisi fungsionalnya, Hendarman Supandji itu satu tipe dengan Abdul Rahman Saleh, yakni sama-sama sosok yang bersih dan punya integritas," katanya saat dihubungi ANTARA dari Bogor, Senin. Ia diminta tanggapannya tentang kemungkinan Arman -- panggilan karib Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh -- digeser dari posisinya itu untuk digantikan Hendarman Supandji, yang pada Sabtu (5/5) termasuk yang dipanggil Presiden Yudhoyono di kediaman pribadinya, Perumahan Puri Cikeas, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor. Menurut dia, soal apa (kemungkinan) yang menjadi faktor Arman diganti, secara tegas dirinya tidak mengetahuinya, namun dalam kaitan kehidupan politik presiden mengganti para pembantunya adalah sesuatu yang lumrah. "Dalam konteks ini, maka karena (pergantian) itu semata-mata hak prerogatif presiden, ya...lumrah saja," katanya. Hanya saja, kata dia, dirinya juga tidak melihat prosesi di Cikeas itu adalah memang berdasarkan evaluasi yang jelas, sehingga mengganti anggota kabinet tidak harus dikaitkan dengan prestasi atau tidak. "Saya melihat pergantian ini tidak semata-mata karena prestasi kinerja, bisa juga dari segi yang lain, katakan saja, berkaitan dengan pemilihan presiden (Pilpres). Kita kan tahu pemerintahan sekarang ini adalah koalisi dan gabungan, jadi bisa saja untuk 2009, dan sekarang butuh untuk membangun kaolisi baru," katanya. Khusus untuk pos Jaksa Agung, menurut dia, kalau dilihat dari kemungkinan sosok penggantinya, yakni Hendarman Supandji, maka nilai politisnya menjadi lemah. "Pak Arman bukan tidak berprestasi, dari segi jumlah penanganan kasus korupsi dibandingkan Jaksa Agung sebelumnya jelas meningkat, tapi mungkin saja belum sesuai harapan masyarakat seperti diinginkan presiden, dan SBY ingin memakai momentum ini untuk lebih tegas memberantas korupsi, yang jelas akan menguntungkannya pada Pilpres 2009," katanya. Ia juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa janganlah pergantian di kabinet "disakralkan", namun lebih dilihat sebagai sesuatu hal yang wajar. Tetap khawatir Meski tetap punya optimisme pada Hendarman Supandji, bila kemudian menggantikan Abdul Rahman Saleh sebagai Jaksa Agung, namun Teten tetap mempunyai rasa kekhawatiran kinerja kejaksaan sesuai harapan masyarakat, yang selama ini memunculkan penilaian adanya diskriminasi, tebang pilih dan semacamnya. Kalau dilihat dari latar belakang bahwa Hendarman Supandji adalah orang dalam kejaksaan dan telah meniti karir dari bawah -- sehingga mengerti lebih dalam masalah internal di kejaksaan --, mestinya akan lebih mengetahui persis masalah di institusi itu. "Masalah utama yang saat ini paling menonjol di kejaksaan adalah kualitas sumberdaya manusia (SDM) jaksa, integritas dan kejujuran. Saya tetap khawatir, apakah Hendarman bisa menggerakkan jajaran di bawahnya untuk bisa memenuhi harapan masyarakat atas penegakan hukum itu, termasuk tentunya harapan SBY yang ingin memberantas korupsi" katanya. Ditegaskannya bahwa bagi SBY agenda pemberantasan korupsi, yang sejak awal menjadi presiden dijadikan komitmen utama dengan slogan "akan memimpin sendiri pemberantasan korupsi", adalah isu strategis yang tidak bisa dihindari, sehingga hal itu menjadi keniscayaan untuk menjadi prioritas utama. "Tanpa keinginan kuat dan serius dengan agenda itu (pemberantasan korupsi), SBY bisa 'jatuh', yakni tidak terpilih pada Pemilu 2009 nanti," demikian Teten. (*)

Copyright © ANTARA 2007